Pages

Ads 468x60px

Labels

BINA BANGUN BANGSA : Strategic National Development Organization

Senin, 11 Agustus 2014

GOOD PRECEDENT: SIDANG SENGKETA PILPRES 2014 DI MK

judul asli:
SIDANG PHPU PILPRES 2014 DI MAHKAMAH KONSTITUSI: GOOD PRECEDENT
Oleh: Undrizon, SH Praktisi Hukum pada Undrizon and Associates Jakarta

Sidang PHPU Pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah menjadi anak tangga yang amat penting sebagai good precedent (contoh bagus) tatkala proses transisi berlangsung menuju ke tatanan kehidupan bangsa-negara yang demokratis, dan kian terbangunnya peradaban nasional yang modern (modern of national civilization). Selamat jalan sikap otoritarianis, semoga menjauh paham fasisme, selamat tinggal totalitarianis, dan selamat tinggal juga politik yang manchiavelistik, dan setersunya. Sehingga saat ini Indonesia tengah berada pada titik serta detik-detik penentuan menuju keutuhan sebagai suatu bangsa yang besar, kuat, dan berdaulat (the national sovereignty). Kuat bukan hanya karena negeri ini yang secara fisik telah memiliki teknologi persenjataan yang canggih, tetapi bangsa ini telah mampu berjalan dengan kekuatan moralitas hukum karena mampu berdiri pada pilar-pilar supremasi hukum sebagaimana telah diamanatkan di dalam konstitusi nasional (UUD RI 1945).

Meskipun sebagai bangsa dan negara, Indonesia juga tengah dihadapkan pada badai liberalisme dan kapitalisme, yang begitu kencangnya menerjang sendi-sendi dan jati-diri kehidupan sebagai bangsa yang memiliki karakter yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain. Kemampuan untuk bertahan tentunya sangat ditentukan oleh semangat serta kesadaran untuk membina persatuan dan kesatuan, kemampuan dalam menempatkan diri serta membijaki fenomena yang berkembang dalam lingkaran strategis dunia, konsistensi sikap atas ideologi negara dan konstitusional negara,

Kekerasan Media Massa dan Opini Publik
Itulah sebabnya, semua komponen bangsa harus sinergis dalam mengawal arah dinamika demokrasi di tanah air. Salah-satu aspek yang paling penting untuk mengawal demokrasi itu ialah tegaknya supremasi hukum (the supremacy of law), yang kemudian ditunjang oleh adanya tumbuh-kembang rasionalitas dan/atau kesadaran sektoral yang secara simultan memberikan kontribusinya untuk kejayaan NKRI. Termasuk keberadaan lapisan pengusaha atau pebisnis yang berjiwa nasionalis, integritas dan profesionalisme aparatur negara untuk berkontribusi maksimal bagi negeri, proses pendidikan nasional yang konstruktif dan produktif, adanya media masa konstruktif dan produktif di era keterbukaan informasi, dan lain sebagainya.

Meskipun karakter pers nasional suatu bangsa dari segi idealismenya pada awal berdiri tetap merupakan pers yang ideal bagi sarana perjuangan, pencerahan, pembuka jendela informasi, sarana pendidikan publik, dan lain sebagainya.

Tetapi, dalam segi pemilu presiden di Indonesia 2014, ternyata juga telah menjadi ajang kreasi berbagai media untuk memfasilitasi pemikiran publik untuk sebuah suksesi kepemimpinan nasional dan daerah. Namun demikian, tanggungjawab pers di Indonesia hendaknya sesuai dengan ketentuan yang telah dituangkan di dalam UU Pers. Memang, tanpa dipungkiri banyak pihak yang merasa bahwa Pers nasional terkadang masih tendensius, predatoris, korupsi informasi, tidak berimbang, vested interest, dan lain sebagainya.

Hendaknya pers nasional, khususnya Televisi sebagai media masa elektronik yang juga dipayungi oleh konstitusi nasional, sebagaimana tercantum di dalam Pasal 28 UUD 1945. bahwa kemudian juangan sampai pers nasional hanya mengartikannya sebagai kebebasan mengeluarkan pendapat dan atau pikiran saja. Tetapi di tangan pers nasional juga tergantung harapan nasional untuk menjadi pengawal arah perubahan yang konstruktif, sehingga posisi itu disebut sebagai pers yang independen. Kemampuan pers nasional dalam menjemput yang tertinggal, menjahitkan yang terputus, penghibung ke masa depan yang cerah, merawat yang telah ada, dan mendidik masyarakat, bangsa dan negara untuk tetap tumbuh-kembang menjadi bangsa yang maju dan modern.

Di dalam konsideran UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, menyebutkan bahwa Kemerdekaan pers merupakan salah-satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 harus dijamin.

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan Hak Asasi Manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Selanjutnya bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan azas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun. Sehingga pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Terkait dengan Kode Etik Jurnalistik, maka telah disebutkan bahwa kemerdekaan pers ialah sebagai perwujudan kemerdekaan menyatakan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945. Sebagai satu ciri negara hukum yang dikehendaki oleh penjelasan UUD 1945. Pers harus dilaksanakan dengan tanggungjawab sosial serta jiwa demi kesejahteraan dan keselamatan bangsa dan negara.

Di era konvergensi media tentu saja sangat diperlukan peranan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo RI), yang selama ini telah mengeluarkan berbagai kebijakan, baru-baru ini juga termasuk kebijakan mengenai Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif, melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2014. Termasuk pula berbagai peranan aktif dari berbagai institusi formil lainnya, serta didukung oleh peranan masyarakat baik secara individual maupun kelembagaan. Terkadang sangat kontras terlihat bahwa media massa nasional dan daerah lyang ebih banyak berkutat dalam irama siaran yang bersifat komersial, sehingga tanggungjawab berbangsa dan bernegara terkadang harus dikubur. Hal tersebut sangat kontras dengan adanya kealpaan berbagai media untuk menkover berbagai agenda pemerintah yang sepatutnya diketahui oleh publik, baik agenda pemerintah yang ada di dalam negeri maupun yang ada di luar negeri. Semua ini harus menjadi perhatian perusahaan pers nasional agar jangan mengesampingkan tanggungjawab konstitusionalnya.

Karena itu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menetapkan Kode Etik agar dapat melestarikan azas Kemerdekaan Pers yang bertanggungjawab. Pentingnya, untuk meneliti tentang kebenaran sesuatu berita atau keterangan tertentu sebelum menyiarkannya ke khalayak publik, dengan senantiasa juga memperhatikan kredibilitas sumber berita yang bersangkutan.

Bahwa sesuai dengan Pasal 2, maka Wartawan Indonesia tidak menyiarkan hal-hal yang sifatnya destruktif, serta dapat merugikan bangsa dan negara. Termasuk mengantisipasi hal-hal yang dapat menimbulkan kekacauan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Tidak perlu menyiarkan kalau hal tersebut bisa berpotensi menyinggung perasaan kesusilaan, dan keagamaan, serta kepercayaan atau keyakinan seseorang atau sesuatu golongan yang dilindungi oleh UU.

Kemudian, sesuai Pasal 3, maka terkait dengan tata-cara pemberitaan, bahwa tulisan yang memuat pendapat tentang suatu kejadian, maka sebelumnya hendaklah selalu berusaha untuk bersikap objektif, jujur, dan sportif, berdasarkan kebebasan yang bertanggungjawab dan menghindarkan diri dari cara-cara pelanggaran kehidupan peribadi (menghargai hak-hak keperdataan pihak lain), sensasional, immoral, dan melanggar kesusilaan.

Menjunjungtinggi azas praduga tak bersalah (presumption of innoncent) menurut hukum dalam perkara pidana, dan kebijaksanaan untuk menyiarkan identitas orang lain, terutama ketika negeri ini tengah memperhatikan proses Sidang Perkara Perselisihan Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Jangan sampai Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia merasa terganggu prudensialitas, imparsialitas, objektifitas, hati nurani, selama proses pemeriksaan sengketa sebagaimana dimaksud. Karena itu pada akhirnya amr putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim MK RI yang menyidangkan perkara yang dimaksud tidak hanya mempertanggungjawabkan objektifitasnya menurut hukum yang berlaku tetapi juga keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Maka itu, Media massa haruslah berimbang dan semaksimal mungkin untuk menghindarkan terjadinya Trial By The Press.

Mahkamah Konstitusi RI, dan Benteng Supremasi Hukum
Semoga dengan proses peradilan yang terjadi di MK RI terkait sengketa PHPU, Pilpres 2014 ini dapat menjadi unsur penawar sekaligus jendela pembuka sikap dan cara pandang terhadap berkembangnya rasionalitas kebangsaan di tanah air - yang tengah menjalani proses demokrasi yang sesungguhnya. Sebab, Indonesia adalah negara hukum bukan negara kekuasaan belaka. Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945. kemudian, pada ayat (3) Negara Indonesia adalah negara hukum.

UUD 1945, Pasal 24 C ayat (1) telah menggarisbawahi bahwa Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang Undang terhadap Undang Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (PHPU).

Upaya hukum melalui mekanisme peradilan di MK RI yang ditempuh oleh pasangan Capres-Cawapres Nomor Urut 1, H. Prabowo Subianto - H. Hatta Radjasa, merupakan Hak mereka yang dijamin serta dipayungi oleh hukum nasional, dalam hal ini bertindak sebagai Pemohon, dengan mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Alasannya tentu terletak pada berbagai pelanggaran yang telah dilakukan oleh Pihak Penyelenggaraan Pemilu Presiden, yaitu: Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), dalam hal ini bertindak sebagai Termohon. Semua pihak tentunya harus menghormati hak dari Pemohon tersebut dalam upaya mendapatkan keadilan menusut hukum. Maka itu, pelanggaran yang dilakukan tersebut harus dapat dibuktikan menurut hukum oleh Pemohon. Sehingga tidak ada alasan oleh MK RI untuk tidak mengambil atau menjatuhkan amar putusan yang seadil-adilnya demi keutuhan NKRI - yang berdiri sebagai negara hukum di atas pilar konstitusional, yaitu UUD 1945.

Dengan proses peradilan di Mahkamah Konstitusi sehingga akan memperjelas sekaligus menguji proses Pemilu yang LUBER dan JURDIL, dengan prinsip peradilan yang baik, dengan penerapan hukum dengan azas manfaat, keadilan, dan kepastian hukum. Sehingga diharapkan akan menjadi preseden baik untuk proses pemilu pada masa-masa yang akan datang. Sehingga demokrasi semakin matang yang disertai oleh sikap masyarakat sadar supremasi hukum, sekaligus akan menjadi pertaruhan nilai-nilai demokrasi yang sesungguhnya terhadap kondisi terbalik karena telah terjadinya berbagai penyimpangan yang dilakukan dalam proses pemilu.

Disinilah dipertaruhkannya suatu kredibilitas Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Oleh karenanya, kekerasan dalam pelaksanaan pemilu di lapangan tidak lagi menjadi jaminan serta takaran dalam mencapai keputusan politik. Objektifitas hukum akan memperlihatkan kepada masyarakat (publik) untuk menghargai nilai-nilai hukum yang memang harus dihormati dan dijunjungtinggi. Sehingga dimungkinkan bahwa Indonesia kedepan bisa hidup dalam irama etika perpolitikan yang semakin baik. Haruslah berbeda dengan masa-masa sebelumnya, bahwa presured politik jangan lagi menjadi pertaruhan untuk suatu kemenangan dalam pemilihan umum. Kemenangan yang baik, tentunya akan mendidik semua stakeholder bangsa, agar logika politik dijalankan dengan rasionalitas sebagai negara hukum.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden. Pasal 41, bahwa pelaksana, peserta, dan petugas Kampanye dilarang untuk mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian juga dilarang untuk melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Termasuk tidak diperbolehkan menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau Pasangan Calon yang lain. Apalagi menghasut dan mengadu-domba perseorangan atau masyarakat. Kemudian, juga dilarang agar tidak mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Pasangan Calon yang lain. Apalagi untuk merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye Pasangan Calon, serta membawa atau menggunakan gambar dan/atau atribut Pasangan Calon lain selain dari gambar dan/atau atribut Pasangan Calon yang bersangkutan.

Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden terkait juga dengan aspek money politic sehingga publik harus pula mengetahui bahwa tetap tidak diperbolehkan bagi setiap pelaksana kampanye yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Pasangan Calon tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf j6, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Oleh karena itu, sikap yang ingin menggunakan kekuatan habis-habisan yang penting menang, akan berujung pada pembagian wilayah kehidupan masyarakat dalam hitungan angka (quantity). Padahal selain angka juga yang amat penting ialah quality. Terkadang, telah cenderung menjurus pada tekanan terhadap kesadaran publik, membelah kesadaran moralitas sosial demi pencapaian dukungan yang besar. Berkembangnya like atau dislike, maka itu, norma hukum tidak dianggap penting - yang penting justeru jumlah suara ketimbang nilai, sehingga telah terjadi kekeringan nilai. Karena telah berkembangnya matematika politik (political engineering), maka masyarakat atau publik hanya dianggap sebagai komoditas yang diperjual-belikan. Sehingga tidak segan-segan untuk dieksplorasi demi memperoleh jumlah dukungan.

Oleh karena itu, apabila sistem penyelenggaraan Pemilu terlaksana sesuai dengan peraturan-perundangan yang berlaku dan mengikat maka berbagai penyimpangan (distorsi) dan selanjutnya potensi konflik terbuka dapat dihindari. Namun demikian, kondisi yang terjadi di Indonesia menunjukan bahwa treatment hukum sudah agak dikesampingkan sehingga potensi konflik kian menumpuk, sehngga pada saatnya meledak. Seandainya memang pendekatan preventif yang ditempuh tentunya dapat mengurangi intensitas konflik atau sengketa dalam konteks pemilu tersebut.

Peradaban Politik Nasional
Pelaksanaan pemilu di berbagai daerah dalam beberapa tahun terakhir tentunya sudah mampu mendewasakan masyarakat dalam melihat persoalan terkait dinamika politik di negeri ini. Itulah sebabnya bahwa apabila mekanisme pemilu disiapkan dengan baik tentunya akan menghasilkan kepemimpin yang baik pula. Begitu sebaliknya apabila sistem pemilu yang kurang baik, maka juga akan menimbulkan dampak yang tidak baik terhadap perkembangan kepemimpinan nasional selanjutnya.

Apabila kepemimpinan nasional dalam masa transisi mampu melewati etape ini dengan baik maka sejumlah karya politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan membawa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan modern. Sehingga untuk menjadi negara yang modern bukan hanya karena jumlah sumberdaya alam yang melimpah, bukan juga karena jumlah penduduk yang banyak, tetapi kemajuan suatu negara-bangsa tidak terlepas dari adanya suatu kekuatan fundamental dari peradaban kehidupan bangsa yang berkembang di atas efektifitas nilai-nilai konstitusionalnya.

Bahkan, alam berbagai pemikiran dalam konteks perkembangan ilmu hukum juga telah diketengahkan, bahwa suatu negara-bangsa dianggap maju dan modern ialah ketika negara-bangsa tersebut telah mampu menghormati eksistensi hukum nasionalnya.

Karena itu, benteng terakhir untuk mengawal peradaban nasional suatu bangsa tentunya adalah tegaknya suatu mekanisme peradilan yang baik. Peradilan yang dapat menegakan nilai-nilai kebenaran dan keadilan, dan dalam konteks sengketa dalam Pilpres 2014 ini - tidak hanya memperhatikan angka-angka. Dalam berbagai kesempatan Profesor Margarito mengatakan peradilan MK RI dalam sengketa PHPU Pilpres 2014 janganlah hanya bersifat peradilan kalkulator. Namun demikian, yang penting ialah adanya Peradilan yang mampu menjembatani antara konstruksi nilai-nilai dalam normatif hukum terhadap gerakan moralitas rakyat atas dugaan bahwa telah terjadinya kerusakan dalam sistem birokrasi - yang kontraproduktif bagi kemajuan NKRI.

Artinya, tesis yang menonjolkan bahwa Pemilu yang sangat identik dengan angka-angka (quantitative) tidak menjadi takaran utama dalam menilai keberhasilan sebuah pesta demokrasi untuk sebuah suksesi kepemimpinan nasional. Tetapi, melalui peradilan MK RI ini, diharapkan pertimbangan yang qualitative akan dimunculkan sebagaimana prinsip di dalam pemeriksaan perkara yang bersifat audi et alteram partem. Karena itu, MK RI keberadaannya lebih utama ditujukan untuk menjaga dan mempertimbangkan keutuhan NKRI.

Semoga dengan fenomena dalam konteks sengketa PHPU Piplres 2014 ini, akan menjadi momentum yang amat penting dalam membangun konstruksi kehidupan nasional sebagai bangsa-negara yang demokratis, maju, dan modern. Oleh karena itu, apapun amar putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim yang menyidangkan dalam perkara yang dimaksud selanjutnya akan mengandung hikmat kebijaksanaan untuk memperkokoh NKRI sehingga siap melangkah menuju suatu kehidupan nasional yang bernilai sebagai serangkaian riwayat kehidupan nasional yang senantiasa berada dalam keberkahan lahir maupun batin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

sample teks

Sample Text

 
Blogger Templates