"Sebelumnya saya mau menanggapi prof Harjono, itu (foto bersama) nggak apa-apa ya, kan Yusril Ihza Mahendra juga ketua Dewan Syuro PBB yang koalisi sama pak Prabowo tapi jadi saksi ahli di Mahkamah Konstitusi, jadi nggak apa-apa," ujar Jimly sebelum memulai kembali sidang etik penyelenggara Pilpres tepat pukul 19.00 WIB di kantor Kementerian Agama, Jakarta, seperti yang diberitakan oleh RMOL, Jum'at, 15 Agustus 2014.
Pernyataan tersebut mendapat tanggapan tegas dari Konsultan Bina Bangun Bangsa, Ahmad Firman, yang menurutnya bahwa pernyataan Profesor Ilmu Hukum Tata Negara UI, Jimly Asshiddiqie itu adalah pernyataan yang sangat naif dan cenderung blunder.
"Jelas beda konteks...yusril sebagai saksi ahli yang diminta oleh pihak No.1 Prabowo-Hatta sebagai profesional dan atau bisa juga disebut demi kepentingan Prabowo-Hatta itu sendiri...tetapi Harjono yang jelas adanya hubungan dengan pihak capres nomor dua Jokowi, adalah tidak bisa mewakili KPU karena akan ada conflict of interest (konflik kepentingan) ?", ungkap konsultan yang biasa dipanggil Firman ini.
"Karena ini adalah sidang gugatan ke DKPP antara pihak capres nomor satu Prabowo-Hatta dengan yang digugat adalah KPU, dan bukan dengan pihak capres nomor dua?", tambah Firman.
Maka menurut Firman bahwa yang seharusnya adalah KPU hanya bisa mendatangkan saksi ahli independen dan atau dari pihak KPU itu sendiri.
Selanjutnya bahkan Firman menekankan bahwa pernyataan Jimly tersebut malah menguatkan dugaan kecurigaan tentang adanya kolusi konspirasi antara KPU dengan pihak Jokowi-JK sebelumnya, yang membuat keduanya harus saling mendukung untuk menghadapi gugatan dari pihak capres nomor satu Prabowo-Hatta.
"Atau apakah DKPP pun juga sudah tidak murni dan independen lagi ?, karena sudah terkontaminasi juga ?" ujar Firman lagi.
Ia merasa perlu mengklarifikasi hal ini untuk menegaskan keabsahan saksi ahli yang diajukan pihak termohon, KPU, tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar