Pages

Ads 468x60px

Labels

BINA BANGUN BANGSA : Strategic National Development Organization

Rabu, 27 Agustus 2014

Itu Dulu, Sekarang Jelas Beda

Edited from: Prijanto (Mantan Wagub DKI Jakarta, 2007-2012)

Selesai sudah proses Pemilihan Presiden 2014...
KPU dan MK telah sepakat menetapkan Joko Widodo - Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih 2014-2019.

Hiruk pikuk kampanye selesai sudah, pesta demokrasi usai pula, begitupun dengan pencitraan dan atributnya...

Kalau dulu mau naik Esemka, tapi sekarang malah Esemka ditinggal sudah...

Kalau dulu wajib naik Sepeda, tapi kalau capek boleh naik Innova...

Kalau dulu naik Bajaj, tapi sekarang malah mending naik Mercy...

Kalau dulu sering blusukan, tapi sekarang malah paspampres yang disuruh blusukan...

Kalau dulu teriak-teriak tolak kenaikan BBM, tapi sekarang malah paling depan nuntut naikkan BBM...

Malah sampai-sampai maksa SBY untuk menaikkannya...

Kalau dulu senang diwawancara, tapi sekarang malah ntar dulu ah...

Selamat tinggal Sepeda...
Selamat tinggal Bajaj...
Selamat tinggal Esemka...

Selamat tinggal Relawan...

Sampai jumpa lagi di tahun 2019 nanti...

Terimakasih telah membantu pencitraan pada masyarakat...
Selamat menikmati kenaikan harga BBM bersama Jokowi-JK...
yang Jujur, Sederhana, dan Merakyat alias "Menyengsarakan Rakyat"?...

Hicks...

Jumat, 22 Agustus 2014

Indonesia Darurat Konstitusi dan Demokrasi

Nasional - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi akhirnya memutuskan sengketa Pemilihan umum Presiden (Pilpres) 2014 dengan menolak seluruh gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden yang diajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden No. 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” demikian disampaikan Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva saat membacakan putusan di Gedung MK, Kamis (21/8/2014).
Keputusan MK yang menolak seluruh gugatan PHPU ini sangat mengejutkan rakyat Indonesia, mengingat banyaknya bukti-bukti yang telah diajukan sehingga banyak catatan terjadinya pelanggaran dan kejahatan demokrasi yang diduga terstuktur, sistematis dan masif, dalam proses Pilpres 2014 ini.

Hal ini bisa dibuktikan dengan beberapa keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang justru berbeda dengan apa yang diputuskan MK.

DKPP memutuskan bahwa memang terjadi pelanggaran kode etik yang telah dilakukan oleh KPU dari tingkat daerah hingga KPU Pusat, dengan memberikan sanksi peringatan, yang manapun keputusan DKPP tersebut masih mengecewakan,  namun dalam putusan MK dinyatakan bahwa tidak terjadi adanya pelanggaran.

“Ada perbedaan keputusan antara DKPP dan MK yang cukup menjadi catatan kami” demikian diungkapkan salah satu pengacara koalisi merah putih, Maqdir Ismail saat wawancara dengan TVOne seusai pembacaan keputusan MK.

DKPP juga memutuskan bahwa perintah pembukaan kotak suara oleh KPU sudah melanggar kode etik dan memberikan sangsi peringatan kepada Komisioner KPU. Sementara MK memberikan keputusan berbeda dengan menolak seluruh gugatan pasangan No. 1 Prabowo-Hatta.

Banyak pengamat yang menyesali dan menyayangkan keputusan MK tersebut yang ternyata tanpa ada catatan khusus, yang malah terkesan bahwa MK memang benar adalah Mahkamah Kalkulator, yang karena tidak peka dan peduli bahwa sudah terjadi kelalaian dan pelanggaran berat terhadap demokrasi di negeri ini, apalagi terhadap nasib bangsa dan negara ini yang katanya adalah negara demokrasi.

"MK= Mahkamah Kacung...pantas dibubarkan!, karena sudah menjadi Mahkamah Kalkulator!"...status Ahmad Firman, seperti yang dikutip dari akun facebooknya.

Malah ditambahkan oleh Ahmad Firman dalam pembicaraannya dengan redaksi, bahwa sebagai Rakyat Indonesia yang Merdeka mengemban Amanat sebagai Pemegang Kedaulatan dan Kekuasaan di Republik Indonesia ini, baik secara Hukum dan Konstitusi, adalah berhak untuk menuntut Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden yang masih sah untuk mengambil langkah dan tindakan demi penyelamatan demokrasi dan konstitusi yang saat ini memang semakin karut marut tanpa kepastian dan keadilan hukum, apalagi dibuktikan dengan hasil keputusan MK yang sudah seperti ini.

Maka Firman mengatakan Presiden SBY dituntut segera menerbitkan Dekrit Presiden yang isinya adalah: 1. membubarkan KPU dan membatalkan segala keputusannya dalam Pilpres 2014; 2. meminta MPR bersidang untuk memutuskan pelaksanaan ulang Pilpres 2014 yang Jujur, adil dan Demokratis. 3. dan mendorong MPR untuk mengembalikan Konstitusi UUD Tahun 1945 sebagaimana kedudukan dan fungsinya, yang Asli dan Murni.

"Dan apabila Dekrit Presiden tidak diterbitkan berarti akan berdampak bahaya...dengan potensi terjadinya instabilitas nasional, kedaulatan dan keutuhan NKRI, kini dan nantinya", ujar Firman menegaskan.

Selasa, 19 Agustus 2014

Juru Parkir di DKI Akan Digantikan Elektronik Parkir


Jakarta, Kepala Unit Pelaksana Teknis Parkir DKI Jakarta, Sunardi Sinaga berencana, memperbaiki sistem parkir on street di DKI. Menurutnya cara yang paling efektif untuk mengatasi parkir liar yakni dengan menerapkan sistem parkir elektronik.

"Ke depan tidak ada juru parkir lagi, semuanya menggunakan parkir meter," jelas Sunardi.

Nantinya, setiap kendaraan yang parkir di jalan akan dihitung perjam, diharapkan penggunaan sistem elektronik mampu menekan potensi kebocoran pendapatan daerah di bisnis parkir. Ia mengatakan sekitar Rp 200 miliar pertahun tidak masuk ke kas Pemprov DKI dari parkir on street di DKI Jakarta.

Menurutnya hilangnya pendapatan tersebut, karena banyaknya orang yang berkepentingan yang bermain dalam bisnis ini. "Terlalu banyak orang yang hidup di bisnis ini, ada preman yang ikut mengutip," tegasnya.

Ia menambahkan, saat ini pendapatan dari parkir on street hanya sebesar Rp 26 miliar per tahun yang masuk ke kas daerah. Jumlah tersebut termasuk pendapatan parkir di IRTI Monas.

Di tempat terpisah, Konsultan Bina Bangun Bangsa Nur Ridwan, SH sangat mengapresiasi rencana Pemprov DKI khususnya UPT Parkir DKI tersebut. Selain untuk menekan kebocoran potensi PAD dari sisi perparkiran, sistem parkir on street pun akan mengurangi ekses parkir liar yang sudah sangat mengganggu ketertiban umum.

Tetapi Ridwan pun menambahkan agar Pemprov dan UPT terkait membahas terlebih dahulu dengan melibatkan unsur masyarakat, lembaga maupun organisasi sosial, serta konsultan, sehingga didapatkan bentuk dan format serta implementasi program yang sesuai dengan harapan bersama.

"apalagi menurut Ka UPT yang rencananya akan menghapus juru parkir untuk digantikan dengan sistem parkir elektronik tersebut, yang berarti juru parkir akan diganti dengan mesin, dan hal ini pasti menimbulkan social impact terhadap keberadaan dan pendapatan kehidupan para juru parkir yang sudah ada selama ini khan?, apakah hal itu bagus atau tidak, perlu dikaji secara mendalam lagi dengan pendekatan sosial kemanusiaan?", ungkap Ridwan kepada Redaksi.

Sehingga Ridwan menyarankan agar Pemprov DKI terlebih dahulu untuk menertibkan parkir liar yang selama ini dibiarkan mejadi permainan oknum sebagai kutipan liar, yang kenyataannya tidak masuk kas negara, seperti apa yang disampaikan pula oleh Ka UPT Perparkiran tersebut.

"Maka seharusnya kebocoran yang sudah lama terjadi, coba diperbaiki dahulu dengan pengawasan dan monitoring ketat, sebagai evaluasi untuk dikoreksi, yang kemudian menjadi acuan program dan kegiatan berikutnya?", jelas Ridwan mengakhiri pembicaraannya.

Senin, 18 Agustus 2014

Ahli Hukum Tata Negara: MK Dapat Membatalkan Hasil Pemilu Seluruhnya

Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin Pakar Hukum Tata Negara, mengatakan bisa saja hasil pilpres batal. Mahkamah Konstitusi (MK) sangat mungkin membatalkan keputusan KPU terkait hasil pilpres 22 juli lalu.

Irman mendasari penjelasannya dengan UUD pasal 24c bahwa mahkamah berhak memutus hasil pemilu. Kalau MK menemukan adanya pengabaian hak kewarganegaraan maka sangat mungkin ditempuh sikap tegas MK terhadap hasil pemilu.
"Kalau ada satu orang saja warga negara diabaikan hak konstitusinya dalam pilpres ini maka itu bisa saja menjadi dasar dibatalkannya seluruh hasil pilpres," imbuh Irman, dalam pemaparan keterangannya di MK, Jumat (15/4).
MK menurutnya harus memproses berbagai pengabaian hak konstitusional warga Indonesia dalam pilpres kemarin. Proses ini menurutnya, bukanlah mengusung kepentingan dua capres yang belum lama ini bertarung dalam pilpres. Ini bukan semata - mata persoalan capres yang menang, tapi persoalan hak konstitusi.

Dia menyatakan dua orang capres yang kemarin bertarung, Prabowo dan Jokowi, adalah pranata badan konstitusi. Mereka menjadi pembetot perhatian masyarakat. Masing - masing memiliki loyalis dan pendukung yang tidak bisa diganggu preferensinya. Irman mengutip pendapat seorang ibu rumah tangga yang mendukung capres tertentu. Ketika pilihannya dikritik dan dihujat, dia tetap mempertahankan pilihan politiknya. "Ini menandakan preferensi masyarakat tidak bisa diusik, karena mereka sudah memiliki alasan keilmiahan tersendiri," imbuh Irman.

Pihaknya meyakini MK akan memutus perkara ini dengan berdasarkan pertimbangan yang obyektif dan sesuai dengan mekanisme yang ada. MK akan mengambil keputusan yang menjadi referensi bangsa ini dalam berbangsa dan bernegara.|RO/ASN-014/BBN

- See more at: http://www.asatunews.com/capres/2014/08/15/hak-satu-orang-konstitusi-diabaikan-mk-batalkan-hasil-pilpres#sthash.SoM8Kh8Y.dpuf

Ide Jokowi Menjual Indonesia Kepada Asing

Nasional, Salah satu kandidat calon presiden Republik Indonesia, Joko Widodo atau biasa dipanggil Jokowi, berencana untuk memungkinkan investasi asing pada produk properti apartemen. Hal tersebut untuk meningkatkan penerimaan pajak, dan merupakan langkah yang bisa memacu tingginya permintaan properti di segmen kelas atas.

Mantan Ketua Umum DPP Realestate Indonesia (REI), Setyo Maharso, yang menjadi salah satu anggota tim kampanye Jokowi, mengatakan bahwa pembeli asing akan mampu membeli apartemen bernilai setidaknya Rp 2,5 miliar atau 210.000 dollar AS di Jakarta dan di kota-kota utama lainnya, seperti di Pulau Bali.

"Orang asing dilarang langsung membeli properti di Indonesia, dan itu justru menyebabkan transaksi ilegal," katanya di Jakarta, seperti yang diberitakan di Kompas.com, Kamis (3/7/2014).

Terkait hal itu, lanjut Maharso, Jokowi tidak melakukan pertaruhan politik dalam kampanyenya yang penuh dengan retorika anti-asing. Dia mengatakan, kandidat capres nomor 2 itu akan membuktikan pentingnya investor asing.

"Jika pemerintah membuka pasar untuk orang asing, hal itu akan menguntungkan pemerintah karena mereka bisa mendapatkan lebih banyak pendapatan dari pajak dan pasar properti akan menjadi menarik," timpal Anton Sitorus, dari Jones Lang LaSalle Inc.

"Asing bisa membeli 5 sampai 8 apartemen di Indonesia, sementara di Singapura, Hongkong, dan Australia mereka hanya bisa mendapatkan satu," kata Sitorus, mengacu pada harga yang lebih murah.

Semua pernyataan tersebut di atas, mendapat tanggapan keras dari Konsultan Bina Bangun Bangsa, Ahmad Firman yang menurutnya ide rencana Jokowi dan Setyo Maharso tersebut adalah tidak mencerminkan keberpihakkan untuk melindungi kepentingan dalam negeri, yang seharusnya selalu membatasi kepemilikan asing di negeri ini, yang sementara ini ternyata sudah banyak kecolongan (kebocoran), akibat lahirnya undang-undang dan atau peraturan perundang-undangan yang lebih memberikan keleluasaan bagi asing menguasai properti dan perekonomian nasional.

"Seperti yang diketahui bahwa saat ini asing diperbolehkan untuk membeli properti dan atau lahan bahkan menguasai saham mayoritas di dalam bisnis atau usaha vital hingga 100% ?" ungkap Firman kepada redaksi.

Walaupun di sisi lain Firman menyatakan setuju bila dibukanya kepemilikan asing akan mendatangkan investasi dan keuntungan serta pendapatan penerimaan pajak bagi negara. Namun di sisi lainnya pun perlu adanya rasa keberpihakan kepada kepentingan dalam negeri, yang saat ini masih perlu diproteksi demi kemajuan dan berkembangnya perekonomian dalam negeri demi terwujudnya ketahanan nasional yang berdaulat dan berdikari secara menyeluruh dan mapan, yang sementara pun masih banyak pula negara lain (asing) yang melakukannya.

Sebagai contoh kealpaan pemerintah dalam melakukan proteksi bisnis perbankan dalam negeri yang malah mesti segera di revisi/amandemen, yaitu Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 yang memperbolehkan pihak asing menguasai 99% saham di perbankan nasional, yang apabila mengacu pada kepemilikan saham asing di negara-negara lain porsi kepemilikan saham investor asing di perbankan Indonesia menurut Undang-Undang tersebut adalah sangat sangat tinggi, yang padahal di China kepemilikan saham asing mayoritas dibatasi sekitar 30% saja.

"Heran pemerintah di negeri ini yang malah memperbolehkan asing menguasai bisnis dan saham mayoritas, sementara di negaranya (asing) saja sangat dibatasi, tidak sampai bebas dan besar seperti di sini?!" ungkap Firman.

Maka disarankan Firman agar ide Jokowi tersebut perlu dipikirkan kembali, supaya dicarikan bentuk dan format yang tepat, yang lebih menguntungkan tanpa mengorbankan negara.

"Lagipula modal pembangunan bukan hanya melulu mengharapkan investasi dari luar negeri saja kok ?, dan janganlah sekali-kali berpikiran bahwa hanya penghasilan pajak negara saja yang dapat menggerakkan pembangunan dan perekonomian Indonesia ?, masih banyak alternatif dan skema untuk meningkatkan pendapatan negara dari sektor lainnya, yang tanpa harus menjual bangsa dan negerinya sendiri ?, ujar Firman lagi.

Mahkamah Konstitusi, Bukan Mahkamah Kalkulator

Nasional, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra meminta Mahkamah Konstitusi (MK) jangan menjadi lembaga kalkulator jika memutuskan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2014.

Yusril yang menjadi saksi ahli dari pihak Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengatakan, kewenangan Mahkamah yang diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK), dalam memutus PHPU presiden dan wakil presiden adalah bentuk penyederhanaan pembuat UU yang memiliki waktu terbatas.

"Kalau hanya ini kewenangan Mahkamah Konstitusi yang dirumuskan pada saat itu, Mahkamah Konstitusi hanya akan menjadi lembaga kalkulator dalam menyelesaikan perselisihan yang terkait dengan angka-angka perhitungan suara belaka," kata Yusril dalam sidang PHPU Pilpres 2014 di Gedung MK, Jakarta, Jumat (15/8/2014).

"Ataupun dalam perkembangannya MK dalam yurisprudensi menilai perolehan suara itu apakah dilakukan dengan atau tanpa pelanggaran yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif," sambung Yusril.

Yusril menilai, dalam perjalanan MK yang telah berdiri lebih dari 1 dekade bisa memutuskan perkara ke arah yang lebih substansial. Politisi Partai Bulan Bintang (PBB) mengatakan, MK di Indonesia bisa mencontoh MK Thailand yang memutuskan apakah pemilu itu konstitusional atau tidak.

"Sehingga bukan persoalan perselisihan mengenai angka-angka belaka. Masalah substansial dalam Pemilu sesungguhnya adalah terkait dengan konstitusional dan legalitas pelaksanaan Pemilu itu sendiri," paparnya.

Yusril mengatakan, masalah legalitas dan konstitusional tersebut menurutnya, adalah apakah KPU telah melaksanakan Pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil yang menjadi asa Pemilu.

Masih menurut Yusril, persoalan konstitusionalitas, adalah hal yang perlu menjadi pertimbangan MK agar terkait dengan aspek legalitas pelaksanaan Pemilu sebagai aturan pelaksanaan sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945. Ia menambahkan, ini sangat penting agar presiden dan wakil presiden terpilih memperoleh legitimasi konstitusional.

"Karena tanpa itu siapapun yang terpilih, karena tanpa itu siapapun yang terpilih presiden dan wakil presiden akan berhadapan dengan krisis legitimasi yang akan berakibat terjadinya instabilitas di negara ini. Ada baiknya dalam memeriksa PHPU presiden dan wakil presiden kali ini Mahkamah sebaiknya melangkah ke arah itu," tandas Yusril. (Ein)

Sumber: http://indonesia-baru.liputan6.com/read/2091419/jadi-saksi-ahli-yusril-minta-mk-tak-jadi-mahkamah-kalkulator

Giliran Sekarang DKPP Bikin Blunder

Nasional, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa fakta mengenai foto bersama antara profesor Harjono yang menjadi saksi ahli dari pihak tergugat yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU), dengan capres nomor urut dua, Joko Widodo adalah bukan bukan suatu masalah.

"Sebelumnya saya mau menanggapi prof Harjono, itu (foto bersama) nggak apa-apa ya, kan Yusril Ihza Mahendra juga ketua Dewan Syuro PBB yang koalisi sama pak Prabowo tapi jadi saksi ahli di Mahkamah Konstitusi, jadi nggak apa-apa," ujar Jimly sebelum memulai kembali sidang etik penyelenggara Pilpres tepat pukul 19.00 WIB di kantor Kementerian Agama, Jakarta, seperti yang diberitakan oleh RMOL, Jum'at, 15 Agustus 2014.

Pernyataan tersebut mendapat tanggapan tegas dari Konsultan Bina Bangun Bangsa, Ahmad Firman, yang menurutnya bahwa pernyataan Profesor Ilmu Hukum Tata Negara UI, Jimly Asshiddiqie itu adalah pernyataan yang sangat naif dan cenderung blunder.

"Jelas beda konteks...yusril sebagai saksi ahli yang diminta oleh pihak No.1 Prabowo-Hatta sebagai profesional dan atau bisa juga disebut demi kepentingan Prabowo-Hatta itu sendiri...tetapi Harjono yang jelas adanya hubungan dengan pihak capres nomor dua Jokowi, adalah tidak bisa mewakili KPU karena akan ada conflict of interest (konflik kepentingan) ?", ungkap konsultan yang biasa dipanggil Firman ini.

"Karena ini adalah sidang gugatan ke DKPP antara pihak capres nomor satu Prabowo-Hatta dengan yang digugat adalah KPU, dan bukan dengan pihak capres nomor dua?", tambah Firman.

Maka menurut Firman bahwa yang seharusnya adalah KPU hanya bisa mendatangkan saksi ahli independen dan atau dari pihak KPU itu sendiri.

Selanjutnya bahkan Firman menekankan bahwa pernyataan Jimly tersebut malah menguatkan dugaan kecurigaan tentang adanya kolusi konspirasi antara KPU dengan pihak Jokowi-JK sebelumnya, yang membuat keduanya harus saling mendukung untuk menghadapi gugatan dari pihak capres nomor satu Prabowo-Hatta.

"Atau apakah DKPP pun juga sudah tidak murni dan independen lagi ?, karena sudah terkontaminasi juga ?" ujar Firman lagi.

Ia merasa perlu mengklarifikasi hal ini untuk menegaskan keabsahan saksi ahli yang diajukan pihak termohon, KPU, tersebut.

Selasa, 12 Agustus 2014

Jokowi, Mending Urus Transisi Daripada Ngikutin Sidang MK

Nasional, Menanggapi pernyataan presiden terpilih versi KPU, Jokowi, seperti yang diberitakan oleh sebuah media sosial, yang menuliskan bahwa Joko Widodo, atau yang biasa disapa Jokowi mengaku tidak mengikuti perkembangan sengketa hasil pemilu presiden di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan alasan bahwa Jokowi saat ini sedang disibukkan dengan persiapan pemerintahan ke depan, telah membuat Konsultan Bina Bangun Bangsa, Ahmad Firman tertawa geli hingga terpingkal-pingkal, habis membaca beritanya tersebut.

"Saya nggak ngikuti (perkembangan MK). Kita aja ribut sendiri kayak gini," kata Jokowi,  Senin, seperti yang dikutip dari media sosial itu. (11/8/2014).

Karena menurut Firman, pernyataan Jokowi tersebut terdengar sangat lucu dan naif sekali, karena menandakan Jokowi sudah keliru kalau tidak mau atau ogah untuk mengikuti proses keseluruhan tentang sengketa Pilpres 2014 ini, yang padahal kasus ini berhubungan langsung terhadap status dan legitimasi Jokowi sebagai presiden terpilih walaupun masih versi KPU, dan apakah sah atau tidak nantinya, yang kesemuanya masih tergantung hasil sidang di MK nanti.

"Masak Jokowi gak mau tau urusan gugatan Pilpres ini, yang nota bene adalah hal yang sangat penting dan krusial bagi status Jokowi-JK ke depannya?...yang siapa tahu MK menganulir segala keputusan KPU termasuk status Jokowi-JK, karena terbukti adanya kecurangan dan pelanggaran berat dalam penyelenggaraan pilpresnya tersebut?", ungkap Firman ke redaksi.

"Kok malah sudah sibuk mau urus masalah transisi ? yang padahal ternyata diakuinya malah sudah ada ribut-ribut ?...yang mungkin saja masalah bagi-bagi kursinya menteri kali ya ?", canda Firman.

Apalagi terkait dengan persiapan pemerintahan Jokowi-JK menghadapi perekonomian bangsa ke depan, ternyata Jokowi saja masih bingung. Menurut dia, harusnya sudah disiapkan tantangan yang dihadapi itu dari 10 tahun lalu.

"Nah Loh ?, Jokowi makin gak jelas nih ? Bagaimana dengan visi-misinya yang kemarin ?...ketahuan deh kalau Jokowi ternyata gak punya konsep bagaimana pembangunan Indonesia ke depan ?", ujar Firman lagi.

Ditambah lagi ada pernyataan Jokowi yang mengaku belum mengetahui dan mengerti tentang apa yang harus dia siapkan selama 2 bulan ini.

Selain itu ada juga pernyataan Jokowi yang malah terkesan lebih ngawur, yang berpendapat kalau Indonesia ingin menjadi negara produsen berarti harus ekspansi ke negara lain.

"Artinya apa? Kita bisa menjadi pasar padahal maunya kita menjadi negara produksi. Kita menjadi produsen kan? Jadi kita ekspansi ke negara yang lain," ungkap Jokowi di media itu.

Maka Ahmad Firman mencoba menyimpulkan bahwa dari semua pernyataan Jokowi tersebut, sangat membuka mata publik yang selama ini mungkin terhipnotis oleh pencitraan semu oleh sosok dan gaya blusukan Jokowi.

"Publik mungkin sadar cetar terbelalak, bahwa Jokowi yang digadang-gadang ternyata belum siap fisik, mental dan inteligensinya untuk menjadi seorang presiden?", ujar Firman mengakhiri pembicaraan.

Senin, 11 Agustus 2014

M Taufik: Saya Tidak Pernah Menyebut Kata Culik!

JAKARTA - Ketua DPD DKI Gerindra, M Taufik, mengatakan bahwa dia tidak pernah menyebut kata-kata "culik" dan atau "menculik" terkait laporan Ketua KPU Husni Kamil Manik ke Bareskrim, Senin dini hari (11/8/2014). (baca: Ketua KPU Terlalu Berlebihan dan Kekanak-Kanak-an).

"Saya tidak pernah menyebut kata culik!", ungkap Taufik kepada redaksi melalui telepon selular.

Dan ini pun mendapat tanggapan dari Konsultan Bina Bangun Bangsa, Ahmad Firman yang mengatakan bahwa ucapan M. Taufik menurutnya telah "dipelintir" oleh berbagai media, terutama MetroTV yang mungkin sengaja atau tidak sengaja membangun opini negatif terhadap dirinya, dan menggiring masyarakat untuk tidak melihat persoalan ini secara keseluruhannya, yang sebenarnya adalah berkaitan dengan proses sidang gugatan yang berlangsung di MK tentang gugatan pelanggaran KPU dalam Pilpres 2014 ini.

Ditambahkan Ahmad bahwa esensinya adalah M Taufik mendesak agar pihak berwenang, khususnya Polri untuk segera menangkap Husni terkait dugaan keras yang telah melakukan pelanggaran berat, pidana khusus yaitu kejahatan terhadap negara, dengan melakukan pembongkaran kotak suara tanpa dilandasi dasar hukum yang jelas dan cenderung ilegal, sepihak dan brutal, sehingga menimbulkan kecurigaan bahwa Husni telah melakukan perusakan dan atau penghilangan bukti-bukti negara terkait Pilpres 2014 yang lalu. 

"Ini malah memperlihatkan kepanikan dari Husni yang semakin menguatkan bahwa apa yang menjadi dugaan terhadap pelanggaran hukum yang dia telah buat, adalah benar adanya ?" ungkap Ahmad.

Selanjutnya M. Taufik yang juga mantan Komisioner KPU DKI ini pun beranggapan bahwa pelaporan KPU ke Mabes Polri sebagai upaya pengalihan publik terhadap apa yang telah dilakukan oleh KPU.

"Terbukti oleh MK, KPU buka kotak suara. Biarlah publik tahu apa yang KPU lakukan," maksud Taufik.

GOOD PRECEDENT: SIDANG SENGKETA PILPRES 2014 DI MK

judul asli:
SIDANG PHPU PILPRES 2014 DI MAHKAMAH KONSTITUSI: GOOD PRECEDENT
Oleh: Undrizon, SH Praktisi Hukum pada Undrizon and Associates Jakarta

Sidang PHPU Pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah menjadi anak tangga yang amat penting sebagai good precedent (contoh bagus) tatkala proses transisi berlangsung menuju ke tatanan kehidupan bangsa-negara yang demokratis, dan kian terbangunnya peradaban nasional yang modern (modern of national civilization). Selamat jalan sikap otoritarianis, semoga menjauh paham fasisme, selamat tinggal totalitarianis, dan selamat tinggal juga politik yang manchiavelistik, dan setersunya. Sehingga saat ini Indonesia tengah berada pada titik serta detik-detik penentuan menuju keutuhan sebagai suatu bangsa yang besar, kuat, dan berdaulat (the national sovereignty). Kuat bukan hanya karena negeri ini yang secara fisik telah memiliki teknologi persenjataan yang canggih, tetapi bangsa ini telah mampu berjalan dengan kekuatan moralitas hukum karena mampu berdiri pada pilar-pilar supremasi hukum sebagaimana telah diamanatkan di dalam konstitusi nasional (UUD RI 1945).

Meskipun sebagai bangsa dan negara, Indonesia juga tengah dihadapkan pada badai liberalisme dan kapitalisme, yang begitu kencangnya menerjang sendi-sendi dan jati-diri kehidupan sebagai bangsa yang memiliki karakter yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain. Kemampuan untuk bertahan tentunya sangat ditentukan oleh semangat serta kesadaran untuk membina persatuan dan kesatuan, kemampuan dalam menempatkan diri serta membijaki fenomena yang berkembang dalam lingkaran strategis dunia, konsistensi sikap atas ideologi negara dan konstitusional negara,

Kekerasan Media Massa dan Opini Publik
Itulah sebabnya, semua komponen bangsa harus sinergis dalam mengawal arah dinamika demokrasi di tanah air. Salah-satu aspek yang paling penting untuk mengawal demokrasi itu ialah tegaknya supremasi hukum (the supremacy of law), yang kemudian ditunjang oleh adanya tumbuh-kembang rasionalitas dan/atau kesadaran sektoral yang secara simultan memberikan kontribusinya untuk kejayaan NKRI. Termasuk keberadaan lapisan pengusaha atau pebisnis yang berjiwa nasionalis, integritas dan profesionalisme aparatur negara untuk berkontribusi maksimal bagi negeri, proses pendidikan nasional yang konstruktif dan produktif, adanya media masa konstruktif dan produktif di era keterbukaan informasi, dan lain sebagainya.

Meskipun karakter pers nasional suatu bangsa dari segi idealismenya pada awal berdiri tetap merupakan pers yang ideal bagi sarana perjuangan, pencerahan, pembuka jendela informasi, sarana pendidikan publik, dan lain sebagainya.

Tetapi, dalam segi pemilu presiden di Indonesia 2014, ternyata juga telah menjadi ajang kreasi berbagai media untuk memfasilitasi pemikiran publik untuk sebuah suksesi kepemimpinan nasional dan daerah. Namun demikian, tanggungjawab pers di Indonesia hendaknya sesuai dengan ketentuan yang telah dituangkan di dalam UU Pers. Memang, tanpa dipungkiri banyak pihak yang merasa bahwa Pers nasional terkadang masih tendensius, predatoris, korupsi informasi, tidak berimbang, vested interest, dan lain sebagainya.

Hendaknya pers nasional, khususnya Televisi sebagai media masa elektronik yang juga dipayungi oleh konstitusi nasional, sebagaimana tercantum di dalam Pasal 28 UUD 1945. bahwa kemudian juangan sampai pers nasional hanya mengartikannya sebagai kebebasan mengeluarkan pendapat dan atau pikiran saja. Tetapi di tangan pers nasional juga tergantung harapan nasional untuk menjadi pengawal arah perubahan yang konstruktif, sehingga posisi itu disebut sebagai pers yang independen. Kemampuan pers nasional dalam menjemput yang tertinggal, menjahitkan yang terputus, penghibung ke masa depan yang cerah, merawat yang telah ada, dan mendidik masyarakat, bangsa dan negara untuk tetap tumbuh-kembang menjadi bangsa yang maju dan modern.

Di dalam konsideran UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, menyebutkan bahwa Kemerdekaan pers merupakan salah-satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 harus dijamin.

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis, kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi, merupakan Hak Asasi Manusia yang sangat hakiki, yang diperlukan untuk menegakan keadilan dan kebenaran, memajukan kesejateraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Selanjutnya bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan azas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun. Sehingga pers nasional berperan ikut menjaga ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Terkait dengan Kode Etik Jurnalistik, maka telah disebutkan bahwa kemerdekaan pers ialah sebagai perwujudan kemerdekaan menyatakan pendapat sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945. Sebagai satu ciri negara hukum yang dikehendaki oleh penjelasan UUD 1945. Pers harus dilaksanakan dengan tanggungjawab sosial serta jiwa demi kesejahteraan dan keselamatan bangsa dan negara.

Di era konvergensi media tentu saja sangat diperlukan peranan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo RI), yang selama ini telah mengeluarkan berbagai kebijakan, baru-baru ini juga termasuk kebijakan mengenai Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif, melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 19 Tahun 2014. Termasuk pula berbagai peranan aktif dari berbagai institusi formil lainnya, serta didukung oleh peranan masyarakat baik secara individual maupun kelembagaan. Terkadang sangat kontras terlihat bahwa media massa nasional dan daerah lyang ebih banyak berkutat dalam irama siaran yang bersifat komersial, sehingga tanggungjawab berbangsa dan bernegara terkadang harus dikubur. Hal tersebut sangat kontras dengan adanya kealpaan berbagai media untuk menkover berbagai agenda pemerintah yang sepatutnya diketahui oleh publik, baik agenda pemerintah yang ada di dalam negeri maupun yang ada di luar negeri. Semua ini harus menjadi perhatian perusahaan pers nasional agar jangan mengesampingkan tanggungjawab konstitusionalnya.

Karena itu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menetapkan Kode Etik agar dapat melestarikan azas Kemerdekaan Pers yang bertanggungjawab. Pentingnya, untuk meneliti tentang kebenaran sesuatu berita atau keterangan tertentu sebelum menyiarkannya ke khalayak publik, dengan senantiasa juga memperhatikan kredibilitas sumber berita yang bersangkutan.

Bahwa sesuai dengan Pasal 2, maka Wartawan Indonesia tidak menyiarkan hal-hal yang sifatnya destruktif, serta dapat merugikan bangsa dan negara. Termasuk mengantisipasi hal-hal yang dapat menimbulkan kekacauan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Tidak perlu menyiarkan kalau hal tersebut bisa berpotensi menyinggung perasaan kesusilaan, dan keagamaan, serta kepercayaan atau keyakinan seseorang atau sesuatu golongan yang dilindungi oleh UU.

Kemudian, sesuai Pasal 3, maka terkait dengan tata-cara pemberitaan, bahwa tulisan yang memuat pendapat tentang suatu kejadian, maka sebelumnya hendaklah selalu berusaha untuk bersikap objektif, jujur, dan sportif, berdasarkan kebebasan yang bertanggungjawab dan menghindarkan diri dari cara-cara pelanggaran kehidupan peribadi (menghargai hak-hak keperdataan pihak lain), sensasional, immoral, dan melanggar kesusilaan.

Menjunjungtinggi azas praduga tak bersalah (presumption of innoncent) menurut hukum dalam perkara pidana, dan kebijaksanaan untuk menyiarkan identitas orang lain, terutama ketika negeri ini tengah memperhatikan proses Sidang Perkara Perselisihan Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Jangan sampai Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia merasa terganggu prudensialitas, imparsialitas, objektifitas, hati nurani, selama proses pemeriksaan sengketa sebagaimana dimaksud. Karena itu pada akhirnya amr putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim MK RI yang menyidangkan perkara yang dimaksud tidak hanya mempertanggungjawabkan objektifitasnya menurut hukum yang berlaku tetapi juga keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Maka itu, Media massa haruslah berimbang dan semaksimal mungkin untuk menghindarkan terjadinya Trial By The Press.

Mahkamah Konstitusi RI, dan Benteng Supremasi Hukum
Semoga dengan proses peradilan yang terjadi di MK RI terkait sengketa PHPU, Pilpres 2014 ini dapat menjadi unsur penawar sekaligus jendela pembuka sikap dan cara pandang terhadap berkembangnya rasionalitas kebangsaan di tanah air - yang tengah menjalani proses demokrasi yang sesungguhnya. Sebab, Indonesia adalah negara hukum bukan negara kekuasaan belaka. Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945. kemudian, pada ayat (3) Negara Indonesia adalah negara hukum.

UUD 1945, Pasal 24 C ayat (1) telah menggarisbawahi bahwa Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang Undang terhadap Undang Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (PHPU).

Upaya hukum melalui mekanisme peradilan di MK RI yang ditempuh oleh pasangan Capres-Cawapres Nomor Urut 1, H. Prabowo Subianto - H. Hatta Radjasa, merupakan Hak mereka yang dijamin serta dipayungi oleh hukum nasional, dalam hal ini bertindak sebagai Pemohon, dengan mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Alasannya tentu terletak pada berbagai pelanggaran yang telah dilakukan oleh Pihak Penyelenggaraan Pemilu Presiden, yaitu: Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), dalam hal ini bertindak sebagai Termohon. Semua pihak tentunya harus menghormati hak dari Pemohon tersebut dalam upaya mendapatkan keadilan menusut hukum. Maka itu, pelanggaran yang dilakukan tersebut harus dapat dibuktikan menurut hukum oleh Pemohon. Sehingga tidak ada alasan oleh MK RI untuk tidak mengambil atau menjatuhkan amar putusan yang seadil-adilnya demi keutuhan NKRI - yang berdiri sebagai negara hukum di atas pilar konstitusional, yaitu UUD 1945.

Dengan proses peradilan di Mahkamah Konstitusi sehingga akan memperjelas sekaligus menguji proses Pemilu yang LUBER dan JURDIL, dengan prinsip peradilan yang baik, dengan penerapan hukum dengan azas manfaat, keadilan, dan kepastian hukum. Sehingga diharapkan akan menjadi preseden baik untuk proses pemilu pada masa-masa yang akan datang. Sehingga demokrasi semakin matang yang disertai oleh sikap masyarakat sadar supremasi hukum, sekaligus akan menjadi pertaruhan nilai-nilai demokrasi yang sesungguhnya terhadap kondisi terbalik karena telah terjadinya berbagai penyimpangan yang dilakukan dalam proses pemilu.

Disinilah dipertaruhkannya suatu kredibilitas Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Oleh karenanya, kekerasan dalam pelaksanaan pemilu di lapangan tidak lagi menjadi jaminan serta takaran dalam mencapai keputusan politik. Objektifitas hukum akan memperlihatkan kepada masyarakat (publik) untuk menghargai nilai-nilai hukum yang memang harus dihormati dan dijunjungtinggi. Sehingga dimungkinkan bahwa Indonesia kedepan bisa hidup dalam irama etika perpolitikan yang semakin baik. Haruslah berbeda dengan masa-masa sebelumnya, bahwa presured politik jangan lagi menjadi pertaruhan untuk suatu kemenangan dalam pemilihan umum. Kemenangan yang baik, tentunya akan mendidik semua stakeholder bangsa, agar logika politik dijalankan dengan rasionalitas sebagai negara hukum.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden. Pasal 41, bahwa pelaksana, peserta, dan petugas Kampanye dilarang untuk mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian juga dilarang untuk melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Termasuk tidak diperbolehkan menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon dan/atau Pasangan Calon yang lain. Apalagi menghasut dan mengadu-domba perseorangan atau masyarakat. Kemudian, juga dilarang agar tidak mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau Pasangan Calon yang lain. Apalagi untuk merusak dan/atau menghilangkan alat peraga Kampanye Pasangan Calon, serta membawa atau menggunakan gambar dan/atau atribut Pasangan Calon lain selain dari gambar dan/atau atribut Pasangan Calon yang bersangkutan.

Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden terkait juga dengan aspek money politic sehingga publik harus pula mengetahui bahwa tetap tidak diperbolehkan bagi setiap pelaksana kampanye yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih Pasangan Calon tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf j6, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Oleh karena itu, sikap yang ingin menggunakan kekuatan habis-habisan yang penting menang, akan berujung pada pembagian wilayah kehidupan masyarakat dalam hitungan angka (quantity). Padahal selain angka juga yang amat penting ialah quality. Terkadang, telah cenderung menjurus pada tekanan terhadap kesadaran publik, membelah kesadaran moralitas sosial demi pencapaian dukungan yang besar. Berkembangnya like atau dislike, maka itu, norma hukum tidak dianggap penting - yang penting justeru jumlah suara ketimbang nilai, sehingga telah terjadi kekeringan nilai. Karena telah berkembangnya matematika politik (political engineering), maka masyarakat atau publik hanya dianggap sebagai komoditas yang diperjual-belikan. Sehingga tidak segan-segan untuk dieksplorasi demi memperoleh jumlah dukungan.

Oleh karena itu, apabila sistem penyelenggaraan Pemilu terlaksana sesuai dengan peraturan-perundangan yang berlaku dan mengikat maka berbagai penyimpangan (distorsi) dan selanjutnya potensi konflik terbuka dapat dihindari. Namun demikian, kondisi yang terjadi di Indonesia menunjukan bahwa treatment hukum sudah agak dikesampingkan sehingga potensi konflik kian menumpuk, sehngga pada saatnya meledak. Seandainya memang pendekatan preventif yang ditempuh tentunya dapat mengurangi intensitas konflik atau sengketa dalam konteks pemilu tersebut.

Peradaban Politik Nasional
Pelaksanaan pemilu di berbagai daerah dalam beberapa tahun terakhir tentunya sudah mampu mendewasakan masyarakat dalam melihat persoalan terkait dinamika politik di negeri ini. Itulah sebabnya bahwa apabila mekanisme pemilu disiapkan dengan baik tentunya akan menghasilkan kepemimpin yang baik pula. Begitu sebaliknya apabila sistem pemilu yang kurang baik, maka juga akan menimbulkan dampak yang tidak baik terhadap perkembangan kepemimpinan nasional selanjutnya.

Apabila kepemimpinan nasional dalam masa transisi mampu melewati etape ini dengan baik maka sejumlah karya politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan membawa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan modern. Sehingga untuk menjadi negara yang modern bukan hanya karena jumlah sumberdaya alam yang melimpah, bukan juga karena jumlah penduduk yang banyak, tetapi kemajuan suatu negara-bangsa tidak terlepas dari adanya suatu kekuatan fundamental dari peradaban kehidupan bangsa yang berkembang di atas efektifitas nilai-nilai konstitusionalnya.

Bahkan, alam berbagai pemikiran dalam konteks perkembangan ilmu hukum juga telah diketengahkan, bahwa suatu negara-bangsa dianggap maju dan modern ialah ketika negara-bangsa tersebut telah mampu menghormati eksistensi hukum nasionalnya.

Karena itu, benteng terakhir untuk mengawal peradaban nasional suatu bangsa tentunya adalah tegaknya suatu mekanisme peradilan yang baik. Peradilan yang dapat menegakan nilai-nilai kebenaran dan keadilan, dan dalam konteks sengketa dalam Pilpres 2014 ini - tidak hanya memperhatikan angka-angka. Dalam berbagai kesempatan Profesor Margarito mengatakan peradilan MK RI dalam sengketa PHPU Pilpres 2014 janganlah hanya bersifat peradilan kalkulator. Namun demikian, yang penting ialah adanya Peradilan yang mampu menjembatani antara konstruksi nilai-nilai dalam normatif hukum terhadap gerakan moralitas rakyat atas dugaan bahwa telah terjadinya kerusakan dalam sistem birokrasi - yang kontraproduktif bagi kemajuan NKRI.

Artinya, tesis yang menonjolkan bahwa Pemilu yang sangat identik dengan angka-angka (quantitative) tidak menjadi takaran utama dalam menilai keberhasilan sebuah pesta demokrasi untuk sebuah suksesi kepemimpinan nasional. Tetapi, melalui peradilan MK RI ini, diharapkan pertimbangan yang qualitative akan dimunculkan sebagaimana prinsip di dalam pemeriksaan perkara yang bersifat audi et alteram partem. Karena itu, MK RI keberadaannya lebih utama ditujukan untuk menjaga dan mempertimbangkan keutuhan NKRI.

Semoga dengan fenomena dalam konteks sengketa PHPU Piplres 2014 ini, akan menjadi momentum yang amat penting dalam membangun konstruksi kehidupan nasional sebagai bangsa-negara yang demokratis, maju, dan modern. Oleh karena itu, apapun amar putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim yang menyidangkan dalam perkara yang dimaksud selanjutnya akan mengandung hikmat kebijaksanaan untuk memperkokoh NKRI sehingga siap melangkah menuju suatu kehidupan nasional yang bernilai sebagai serangkaian riwayat kehidupan nasional yang senantiasa berada dalam keberkahan lahir maupun batin!

Ketua KPU Terlalu Berlebihan dan Kekanak-Kanakan

Berkaitan dengan laporan Ketua KPU, Husni Kamil Manik beserta anggota Komisioner KPU yang lainnya ke Bareskrim Polri, yang melaporkan adanya ancaman penculikan terhadap dirinya dengan kekerasan yang akan dilakukan oleh Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, Muhammad Taufik, menurut Konsultan Pembangunan dan Pemerintahan Bina Bangun Bangsa, Ahmad Firman, bahwa hal itu adalah merupakan tindakan yang sudah sangat terlalu berlebihan.

"Sekelas pejabat tinggi negara, Husni tidak perlu bersikap yang berlebihan seperti itu, yang malah membuat dirinya seperti kekanak-kanakan, dan membuat citra dirinya semakin buruk di mata publik, yang ternyata tidak siap bertanggung jawab atas kritikan terhadap kinerja dan tanggung jawabnya selaku pejabat negara ?", ungkap Ahmad.

"Apalagi ada dugaan bahwa ternyata Husni Kamil Manik telah melakukan pidana atau kejahatan berat terhadap demokrasi dan negara, atas tindakannya melakukan pembongkaran brutal terhadap dokumen negara ?", tambah Ahmad menjelasakan.

Diberitakan sebelumnya, dalam laporannya seperti yang dimuat di republika.co.id, bahwa ketakutan Husni dikarenakan adanya pernyataan M. Taufik saat orasi di depan gedung MK beberapa waktu yang lalu. (baca: Ketua KPU Laporkan Ketua DPD Gerindra ke Polisi).

"Saat terjadi aksi demo oleh masyarakat di depan gedung MK RI, Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta, Muhammad Taufik, menyatakan ancaman akan melakukan penculikan terhadap Ketua KPU," tutur Husni dalam konferensi pers di Bareskrim Mabes Polri, Senin (11/8) dini hari. (baca: Ini Kronologis Ancaman Penculikan Versi Ketua KPU).

Selanjutnya Ahmad pun menambahkan, bahwa kata ancaman ataupun penculikkan adalah asumsi yang sudah sangat berlebihan dari Ketua KPU, Husni Kamil Manik, karena sesungguhnya esensi dari pernyataan M. Taufik adalah permintaan untuk mengusut tuntas dugaan terhadap Husni yang dianggap telah melakukan pelanggaran dan atau kejahatan dalam pilpres ini, seperti yang disampaikan dan telah diketahui oleh khalayak umum, yaitu adanya perintah langsung dari Husni selaku Ketua KPU yang telah nyata-nyata mengeluarkan Surat Edaran tanpa dasar hukum yang jelas dan sepihak yang telah memerintahkan kepada seluruh jajaran KPU untuk melakukan pembongkaran kotak suara yang merupakan tindakan sembrono dan ilegal dengan dalih yang mengada-ada untuk pembenarannya sendiri, tanpa konsultasi terlebih dahulu, terutama kepada Mahkamah Konstitusi (MK) .

“Adalah hal yang wajar bagi M. Taufik, selaku Ketua DPD Gerindra sebagai wakil dari pemohon yang merasa dirugikan untuk meminta pihak Polri untuk segera menangkap Husni karena perbuatannya yang telah melanggar aturan hukum dan kepatutan yang sudah melampaui batas kewenangan KPU, karena melakukan tindakan tanpa konsultasi terlebih dahulu, terutama dengan MK”, ungkap Rahmat.

“Malah kalau nanti dilaporkan balik, bahwa Husni sudah melakukan pencemaran nama baik, dengan menggiring opini publik bahwa M. Taufik adalah seorang penculik dan orang yang tidak tahu hukum ? bagaimana itu ?” kata Ahmad.

Maka diperkuat dalam pernyataan Husni sendiri dalam kesempatan wawancaranya seperti yang dimuat di Republika.co.id, bahwa apa yang akan dilakukan oleh Taufik sifatnya bersyarat, yakni jika polisi tidak menindaklanjuti apa yang mereka inginkan. (red: keinginan M. Taufik agar Polri menangkap Husni terkait dugaan tindak pidana dan pelanggaran KPU).

Sebelumnya diberitakan Husni Kamil Manik melaporkan M. Taufiq ke Bareskrim dengan aduan melakukan ancaman penculikan dengan kekerasan. Dan Husni menyatakan memiliki bukti cetak terkait ancaman penculikan dengan kekerasan itu. Bahkan, jika masih kurang, KPU akan menambahkan bukti visual.

Dalam laporannya tersebut, Ketua KPU didampingi enam orang komisioner KPU lainnya. Yaitu Arief Budiman, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Jury Ardiantoro, Sigit Pamungkas, Ida Budhiati dan Hadar Nafis Gumay.

Sekedar informasi, KPU mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1446 tanggal 25 Juli 2014 yakni surat yang ditujukan kepada KPU provinsi, kabupaten/kota seluruh Indonesia untuk membuka kotak suara mengambil A5 dan C7 untuk difotokopi dan legalisir.

Sementara Surat Edaran Nomor 1449 adalah perintah kepada KPU provinsi yang ditembuskan kepada kepada Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT, Sulsel, Sulbar, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, untuk siapkan diri menghadapi permohonan gugatan di MK kemudian membuat jawaban kemudian datang ke Jakarta untuk koordinasi dengan KPU RI. SE tersebut tanggal 23 Juli 2014.

Jumat, 08 Agustus 2014

SBY: Itu Adalah Hak Pak Jokowi

Berkaitan tanggapan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang diunggah di youtube melalui akun twitternya, terhadap adanya wacana tim pemerintahan transisi yang dibentuk oleh Jokowi-JK baru-baru ini, mendapat tanggapan dari Konsultan Pembangunan dan Pemerintahan Bina Bangun Bangsa, Ahmad Firman yang disampaikan ke redaksi.

Menurut Ahmad Firman tanggapan SBY tersebut adalah merupakan masukkan positif bagi pemerintahan selanjutnya dalam menggantikan masa pemerintahan SBY yang akan berakhir sejalan pelantikkan Presiden RI 2014-2019 oleh MPR pada tanggal 20 Oktober 2014 nanti.

Dan berkaitan Jokowi sudah membentuk Tim Transisi Pemerintahan beberapa waktu lalu, SBY mengatakan itu adalah hak sepenuhnya Jokowi beserta timnya yang memang ingin segera langsung bekerja dalam pemerintahan berikutnya.

“Itu adalah hak pak Jokowi sepenuhnya, ...dan itu tidak perlu untuk dipersoalkan ?...seperti maksud SBY yang disampaikan dalam tayangan di youtube itu. 

Tetapi dijelaskan lanjut oleh SBY bahwa menurut SBY tidaklah baik dan tidaklah etis kalau wacana transisi itu diadakan pada saat ini, karena segalanya masih harus menunggu keputusan Mahkamah Kontitusi berkaitan dengan sengketa Pilpres yang saat ini masih berlangsung hingga nanti adanya keputusan MK yang sudah final dan mengikat. Jadi diharapkan bagi semua pihak agar bersabar.

Selanjutnya SBY hanya mengingatkan bahwa pemerintahan baru nanti sudah harus mengikuti agenda Internasional baik skala Asean maupun Dunia Internasional,  yang di mana Indonesia telah memegang peranan penting yang telah dibangun semasa pemerintahan SBY.

Sehingga SBY akan senang hati apabila pemerintahan baru nanti masih ingin memerlukan bantuan dirinya dan Kabinet Indonesia Bersatu demi peralihan dan kesinambungan pembangunan Indonesia ke depannya.


Tidak Ada Toleransi Bagi Kecurangan


Mengamati perkembangan gugatan sengketa hasil Pilpres 2014 yang saat ini berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK), membuat Konsultan Pembangunan dan Pemerintahan Bina Bangun Bangsa, Rahmat Nur perlu memberikan pandangannya untuk menjadi bahan pertimbangan bagi publik.

"Sepertinya ada upaya penggiringan opini publik yang ingin mengaburkan substansi dari pokok persoalan atas gugatan pasangan capres-cawapres sebagai peserta No. 1 pada Pilpres 2014 ini, terhadap KPU yang diduga telah melakukan kelalaian dan bahkan kecurangan sehingga KPU terlihat tidak netral sebagai penyelenggara pemilu yang seharusnya bekerja secara jujur, adil dan profesional dengan penuh rasa tanggung jawab terhadap kepentingan negara", kata Rahmat kepada redaksi.

Rahmat menganggap bahwa gugatan peserta pilpres No.1 yang telah diterima oleh MK, adalah murni ditujukan hanya kepada KPU dan atau Bawaslu sebagai penyelenggara Pemilu atas nama negara, yang bukan gugatan kepada Jokowi-JK, sehingga kubu Jokowi-JK tidak perlu panik dalam menyikapi hal ini, daripada jadi bahan tertawaan atau olok-olok publik.

"Khan lucu ? kok kubu Jokowi-JK sampai panik sehingga harus datang dan menghadirkan pula banyak pengacara dari kubu mereka dengan alasan untuk memberikan dukungan kepada KPU untuk menghadapi gugatan ini ? Apakah ini sangat aneh!", ujar Rahmat dengan nada heran.

Ditambahkan oleh Rahmat bahwa sikap panik dan wacana tersebut malah membuktikan kepada publik ternyata memang benar adanya keberpihakan KPU dengan peserta No. 1 yaitu Jokowi-JK dan atau kolusi di antara keduanya yang mungkin sepakat untuk berbuat kecurangan secara terencana, terstruktur, sistematis dan masiv seperti yang menjadi dugaan publik selama ini. Dan apabila benar seperti demikian maka KPU dan Kubu Jokowi-JK sudah melakukan tindakan yang merupakan kejahatan serius atas negara sehingga dapat dituntut pidana khusus terhadap KPU maupun Jokowi-JK, selain di diskualifikasi sebagai capres-cawapres bagi pasangan peserta No. 2 tersebut.

Selain itu Rahmat mencoba mengingatkan agar MK selaku pengawal konstitusi di negeri ini, seharusnya tetap netral, dan tetap menjunjung tinggi nila-nilai kejujuran dan keadilan dengan berdasarkan kepada nurani kebenaran, sehingga MK fokus saja kepada alat bukti terjadinya pelanggaran kecurangan dan atau kelalaian KPU dalam penyelenggaraan di Pilpres ini.

"Apalagi KPU sudah melakukan tindakan pembongkaran sepihak yang bisa dibilang ilegal dan brutal dengan dalih yang mengada-ada tanpa koordinasi terlebih dahulu kepada MK!", tegas Rahmat.

Sehingga menurut Rahmat apabila memang sudah terbukti KPU bersalah, maka MK langsung dapat memutus vonis bersalah dengan langsung membatalkan semua keputusan KPU tanggal 22/7/2014 tentang penetapan hasil rekapitulasi dan pemenang Pilpres 2014 yang lalu, serta memecat secara tidak hormat kepada seluruh pimpinan KPU yang terlibat.

"Bukan malah membahas berapa selisih yang bisa dibuktikan ? dan bicara tentang pemenuhan angka selisihnya ?", jelas Rahmat.

Karena menurut Rahmat bahwa Pemilihan Umum Presiden Republik Indonesia (Pilpres RI) bukanlah kontes seperti layaknya suatu pertandingan sepak bola yang terkadang menganggap kewajaran atau cenderung membiarkan suatu tindak kecurangan dan atau kelalaian selama wasit belum memutuskan.

"Karena ini adalah urusan negara, yang bukan urusan main-main, yang hanya jadi mainan seenaknya saja!" tegas Rahmat.

"Ini lebih kepada moralitas suatu bangsa yang berkeadilan, beradab dan bermartabat, yang tidak sedikitpun memberikan toleransi kepada suatu kecurangan apalagi kejahatan terhadap negara ?" tegasnya lagi.

"Siapapun harus berani menyatakan bahwa curang dan lalai adalah perbuatan yang salah dan patut dikenakan sanksi dan atau hukuman bagi setiap pelakunya tanpa terkecuali, agar menjadi pembelajaran yang tegas agar tidak terulang kembali ", kata Rahmat.

Kamis, 07 Agustus 2014

Bus Transjakarta Kembali Bermasalah

JAKARTA - Kualitas bus TransJakarta kembali dipertanyakan. Pasalnya, bus gandeng Transjakarta, Koridor 11 (Kampung Melayu-Pulogebang), mengalami patah pada sambungan busnya, di Jalan Bekasi Timur, arah Cipinang, dekat flyover Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (7/8/2014) siang, seperti yang diberitakan oleh Warta Kota. (Kamis, 7 Agustus 2014 16:24 WIB)
Himawan (39), pramudi bus tersebut, mengatakan, saat itu bus baru saja bergerak dari Halte Stasiun Jatinegara mengangkut penumpang. Lalu bus menuju arah Cipinang.

"Tapi pas di perempatan lampu merah Kejari, tahu-tahu bunyi suara besi patah, dan kondisi bus sedikit amblas di belakang. Saya rem dan matikan mesin, dan coba ngecek," kata Himawan, ditemui di lokasi tersebut, Kamis (7/8/2014) siang.

Saat itu, ia melihat beberapa baut yang menyambungkan besi penggandeng bus, patah. Akhirnya ia mengevakuasi penumpang ke luar bus.

Nurcahaya Keseleo Lidah

Berkaitan dengan pernyataan Ketua Umum Srikandi Gerindra, Nurcahaya Tandang, tentang penyebutan bahwa Prabowo Subianto adalah titisan tuhan adalah diakui sebagai suatu kesalahan besar dirinya, karena hanya "keseleo lidah" saat berorasi dalam acara Halal Bihalal Prabowo-Subianto, di Rumah Polonia, Minggu (3/8/2014). 
"Saya sebenarnya tidak bermaksud mengatakan Pak Prabowo sebagai titisan Allah. Saya saat itu, ingin mengatakan Pak Prabowo adalah sosok 'titipan' Allah untuk membawa rakyat Indonesia jadi sejahtera. Tapi saya keseleo lidah," kata Nurcahaya via telepon seperti yang diberitakan oleh Tribunnews.com (6/8/2014).
Sehingga menurut Konsultan Bina Bangun Bangsa, Ahmad Firman, hal itu tidak usah lagi untuk terlalu dibesar-besarkan, karena Nurcahaya sendiri pun sudah mengakui dan meminta maaf yang sebesar-besarnya, terutama kepada Prabowo Subianto yang memang bukan atas kemauannya. 
Lagipula Nurcahaya memang kelihatan benar "keseleo lidah" seperti pengakuannya karena setelah diamati melalui rekaman youtubenya, misalnya, Nurcahaya sempat pula menyebutkan dalam orasinya tersebut bahwa sidang perdana di MK terkait gugatan Pilpres 2014 ini, adalah pada 6 April, yang kemudian berulang kali diralat hingga masih salah juga menyebutkan pada tanggal 6 Juli 2014, padahal yang benar adalah 6 Agustus 2014.

"Mungkin inilah yang disebut sebagai kesemangatan yang luar biasa sehingga secara di luar kesadaran yang membuat tidak terkendali secara emosional pribadinya pada saat pidato itu, apalagi dihadapan ratusan bahkan ribuan peserta dalam acara tersebut",jelas Ahmad Firman. 
"Saya, Nurcahaya, adalah seorang muslimah. Saya benar-benar mengerti dalam Islam tidak ada 'anak tuhan' atau titisan tuhan. Jadi, soal pidato saya itu benar-benar disebabkan keseleo lidah," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, gara-gara Nurcahaya menyebut Prabowo Subianto titisan Allah SWT dalam pidatonya yang terlanjur diunggah di youtube, nama Nurcahaya Tandang mendadak tenar.
Salah satu kalimat yang membuat gempar adalah kutipan wanita asal Makassar itu, yang telah tidak sengaja menyebutkan Prabowo adalah sebagai titisan Allah SWT.
"Semoga ini akan menjadi pelajaran bagi kita semua agar senantiasa menjaga lidah dan tingkah laku kita, agar tidak akan bermasalah lagi dengan kekeliruan yang seharusnya tidak pernah terjadi", kata Ahmad Firman. 

Konsultasi Hukum oleh Mahasiswa, Bolehkah ?

Bersama : Konsultasi Hukum



Pertanyaan:
Konsultasi Hukum oleh Mahasiswa, Bolehkah ?
Apakah saya seorang mahasiswa hukum boleh memberikan jasa konsultasi hukum kepada orang lain sehubungan dengan pasal 31 UU No. 18/2003?
terimakasih ( Herry P )

Jawaban:
Pasal 31 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UUA”) berbunyi sebagai berikut:

“Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta) rupiah.”

Pasal 31 UUA tersebut SUDAH DINYATAKAN TIDAK MEMILIKI KEKUATAN HUKUM MENGIKAT oleh Mahkamah Konstitusi pada 13 Desember 2004 (lihat Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No. 006/PUU-II/2004Tahun 2004). Lebih jauh simak artikel kami UU Advokat Sudah 17 Kali Di-Judicial Review?

Jadi, karena Pasal 31 UU Advokat sudah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat maka tidak ada larangan dalam UU Advokatapabila mahasiswa hukum atau non-advokat lainnya memberikan jasa hukum kepada masyarakat. Akan tetapi, perlu Anda ingat bahwa ketentuan hanya advokat yang dapat memberikan jasa hukum pada dasarnya bertujuan untuk melindungi hak-hak masyarakat penerima jasa hukum (klien).

Menurut hemat kami, sebaiknya Anda menyelesaikan dulu pendidikan hukum Anda dan mengikuti prosedur yang berlaku untuk menjadi seorang Advokat. Dengan begitu kelak Anda dapat memberikan jasa hukum sebagaimana mestinya. Prosedur untuk menjadi advokat dapat Anda simak dalam artikel kami sebelumnya Prosedur Menjadi Advokat Sejak PKPA Hingga Pengangkatan.

Setelah diangkat menjadi advokat, Anda dapat memberikan jasa hukum sesuai dengan kompetensi Anda. Dalam menjalankan profesinya, advokat dilindungi oleh hukum, yaitu dengan adanya imunitas advokat (lihat Pasal 16 UUA).

Uraian di atas juga ditegaskan oleh Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Hasanuddin Nasution. Hasanuddin menegaskan bahwa mahasiswa hukum tidak bisa memberikan jasa konsultasi hukum (dalam konteks pemberian jasa konsultasi hukum yang sesuai UUA). Hasanuddin mengatakan bahwa yang dapat memberikan konsultasi hukum sesuai UUA adalah advokat.

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat dipahami.

Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat
2. Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-II/2004Tahun 2004


sumber: https://www.facebook.com/profile.php?id=100005383306547&sk=info

Rabu, 06 Agustus 2014

Mantan Gubernur Papua Tersangka Korupsi


JAKARTA, - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Barnabas Suebu, mantan Gubernur Papua periode 2006-2011, sebagai tersangka tindak pidana korupsi.
Barnabas diduga menyelewengkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2009/2010 untuk pengadaan desain mesin Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Sungai Mamberamo, Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua.
”Dari hasil pemeriksaan, penyidik telah menemukan dua alat bukti. Nilai proyek itu Rp 56 miliar, sedangkan kerugian negara dari kasus ini sekitar Rp 36 miliar,” ujar Juru Bicara KPK Johan Budi, Selasa (5/8).
Dua tersangka lain juga ditetapkan KPK dalam kasus tersebut. Mereka tak lain adalah Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua 2008-2011 Jannes Johan Karubaba, serta Direktur PT Konsultasi Pembangunan Irian Jaya (KPIJ) Lamusi Didi. PT KPIJ adalah perusahaan yang ditunjuk untuk menangani proyek pengadaan desain mesin PLTA Sungai Mamberamo.
Gelembungkan harga
Johan mengatakan, KPK menduga PT KPIJ sebagai pemegang tender telah menggelembungkan harga proyek. Selain itu, dari hasil pemeriksaan KPK, perusahaan swasta itu juga memiliki kaitan dengan Barnabas. ”Penyelidikan kasus ini sebagian besar di Papua. Selanjutnya, pemeriksaan akan dilakukan antara di Papua dan di Jakarta,” ujar Johan.
Ketiga tersangka dijerat Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dengan pasal itu, ketiga tersangka terancam hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda hingga Rp 1 miliar.
Barnabas pernah menjabat gubernur Papua selama dua periode terpisah, yaitu 1988-1993 dan 2006-2011. Pada pemilu legislatif lalu, ia terpilih sebagai anggota legislatif dari Partai Nasional Demokrat untuk daerah pemilihan Papua. Pada tahun 2008, Barnabas diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus korupsi dana APBD yang menjerat mantan Bupati Yapen Waropen Daud Sulaiman Betawi. (A07)

Sumber: : Kompas, 6 Agustus 2014

KPU Bikin Tambah Blunder ?


Berkaitan dengan pernyataan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Ferry Kurnia, yang dimuat dalam media Tribunnews (4/8/2014), yang menegaskan bahwa pembukaan kotak suara yang KPU perintahkan kepada KPU Provinsi dan Kabupaten Kota tidak perlu meminta izin dari Mahkamah Konstitusi (MK) karena hal tersebut dilakukan KPU sebagai bentuk pembuktian di persidangan.

"Saya pikir itu automaticly. Kalau kita sudah masuk dalam wilayah peradilan itu sudah menjadi proses pembuktian yang kita lakukan," ujar Ferry saat ditemui di ruang kerjanya, KPU, Jakarta, Senin (4/8/2014).

Pernyataan tersebut mendapat tanggapan dari Rahmat Firdaus, Konsultan Pembangunan dan Pemerintahan, Bina Bangun Bangsa, yang mengatakan bahwa KPU sudah melakukan hal yang sifatnya mengada-ada dengan tujuan untuk pembenarannya sendiri, karena menurut Rahmat walau bagaimana pun KPU harus tetap melakukan koordinasi terlebih dahulu kepada MK apalagi pasca gugatan yang sudah dilayangkan kepada MK dengan termohon KPU berkaitan dengan hasil Pilpres 2014 ini.

Maka secara jelas semua barang bukti yang terkait dengan gugatan adalah sudah merupakan wilayah kewenangan MK yang akan memutuskan dan memerintahkan agar pihak termohon yakni KPU untuk melengkapi bukti-bukti dalam menyampaikan jawaban di persidangannya nanti setelah mendengar isi gugatan.

"KPU khan belum tahu apa isi gugatannya, kenapa muncul inisiatif melakukan tindakan yang keluar dari kepatutan, pantas saja kalau ada dugaan bahwa KPU berusaha melakukan kecurangan dengan merusak dan menghilangkan barang bukti dan lainnya, KPU nyata-nyata bikin tambah blunder masalah ini?" Kata Rahmat dengan nada heran.

Sebelumnya malah diperkuat pendapat dari salah satu pimpinan BAWASLU, Nelson Simanjuntak yang turut angkat bicara mengenai SE KPU untuk membuka kotak suara. Menurut Nelson, KPU harus minta izin kepada MK untuk melakukannya.

"Kalaupun harus dilakukan oleh KPU maka mintalah surat dari MK biar semuanya legal. Kalau sekarang kan semuanya curiga," ujar Nelson saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (1/8/2014).

Sekedar informasi, KPU mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1446 tanggal 25 Juli 2014 yakni surat yang ditujukan kepada KPU provinsi, kabupaten/kota seluruh Indonesia untuk membuka kotak suara mengambil A5 dan C7 untuk difotokopi dan legalisir.

Sementara Surat Edaran Nomor 1449 adalah perintah kepada KPU provinsi yang ditembuskan kepada kepada Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTT, Sulsel, Sulbar, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, untuk siapkan diri menghadapi permohonan gugatan di MK kemudian membuat jawaban kemudian datang ke Jakarta untuk koordinasi dengan KPU RI. SE tersebut tanggal 23 Juli 2014.

Minggu, 03 Agustus 2014

PKL Senen Menjamur Kuasai Fasilitas Umum

JAKARTA,Ternyata pedagang kaki lima di wilayah Senen belum bersih dari PKL. Malah sebaliknya tambah makin runyam, puluhan halte dan trotoar pun jadi sasaran para PKL untuk menggelar dagangannya di pinggir jalan seperti pedagang baju, maokanan dan minuman terletak di halte Jalan Kalilio hingga Jalan Pasar Senen raya dan Jalan Stasiun Senen. 
Selain itu, usai hari raya Idul Fitri 1435 Hijriah, PKL di wilayah Senen semakin menguasai dan nekat mengalihfungsikan Fasum dan fasos menjadi tempat mangkal para pkl. Hal tersebut disebabkan aparat di tingkat Kelurahan dan Kecamatan kurang tanggap dalam menyikapi permasalahan yang terjadi di lingkungannya.
"Wilayah Senen, apanya yang bersih dari pedagang. Malah tambah parah" kata Ino pengguna jalan. 
Ditambahkan Ino, yang lebih parahnya lagi berita yang muncul di website dan koran bahwa wilayah Senen bersih dari PKL. 
"Ternyata berita itu tidak benar. Karena saya setiap hari, melintas dan lewat jalan ini dan melihat langsung kondis PKL, malah tambah menjamur dan semrawut" ungkapnya mengeluh. 
Menanggapi hal tersebut, Bina Bangun Bangsa (B3) DPW Jakarta Pusat, Fakih Maulana mengaku kecewa dengan perilaku pejabat tersebut yang bisanya hanya melakukan pencitraan.
"Gubernur dan Wagub Provinsi DKI Jakarta harus segera mengevaluasi kineja pejabat di tingkat Kelurahan dan Kecamatan tersebut. Sebab apa yang terjadi di lapangan berbeda dengan yang dilaporkan pada pimpinan. 
"Kita berharap pak Jokowi dan pak Ahok turun langsung melihat kondisi yang real di lapangan, khususnya di wilayah Senen" tegas Fakih. 
Sementara itu, akibat tidak di tempatinya rudin (Rumah Dinas) Camat Senen yang ketempelan warung yang membuat suasana di Jalan Kalibaru Timur IV menjadi kumuh dan kotor. Selain itu kios di jalur hijau terletak di Jalan Kalibaru Barat RW 01 Kelurahan Bungur, kini dibangun satu kios lagi. Anehnya Satpol PP Kelurahan dan Kecamatan tutup mata. 
Di tempat terpisah, Sekretaris Kota Jakarta Pusat, Bayu Meghantara ketika mengetahui hal tersebut, akan segera mengingatkan pimpinan di wilayah tersebut. (Ris)

Jumat, 01 Agustus 2014

TUNTUTAN ALIANSI MASYARAKAT PEDULI BANGSA

Kami dari Aliansi Masyarakat Peduli Bangsa (AMPB) yang peduli dengan Demokrasi Bersih, Jujur dan Adil, dengan ini memberikan mandat kepada negara agar sekiranya untuk segera mengambil tindakan sebagaimana mestinya, sesuai dengan 5 tuntutan kami yang berikut di bawah ini:
  1. Membatalkan segala keputusan KPU terkait penetapan dan pengesahan tentang rekapitulasi penghitungan suara dan penetapan pemenang hasil Pemilu Presiden 2014 (yang ditetapkan pada tanggal 22 Juli 2014), karena KPU dianggap telah melakukan pelanggaran dengan mengabaikan dan atau melakukan pembiaran terhadap laporan pelanggaran/kecurangan, serta pelanggaran berat yang mana KPU telah melakukan tindakan ilegal inkonstitusional, yang secara sepihak telah melakukan pembongkaran kotak suara tanpa dasar dan rekomendasi dari Mahkamah Konstitusi(MK), apalagi pasca pendaftaran gugatan Pilpres 2014 ke MK, sehingga patut diduga sebagai bentuk pelanggaran berat yang disengaja, terstruktur, sistematis dan masif, sehingga sangat menciderai kepercayaan publik terhadap KPU yang seharusnya bekerja secara profesional menyelenggarakan pemilu yang bersih, jujur, adil dan demokratis.
  2. Memberikan sanksi tegas dengan hukuman berat kepada seluruh jajaran penyelenggara pemilu terutama pimpinan KPU dan BAWASLU dengan tuntutan pidana khusus sebagai perbuatan kejahatan terhadap negara yang telah menimbulkan keresahan dan lunturnya kepercayaan rakyat terhadap negara, sehingga membahayakan stabilitas nasional serta melunturkan kewibawaan serta kedaulatan negara Republik Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum di mata dunia internasional.
  3. Memberikan sanksi tegas dengan hukuman dan denda kepada seluruh jajaran penyelenggara pemilu terutama pimpinan KPU dan BAWASLU dengan tuntutan pidana korupsi yang karena kelalaiannya telah menyebabkan kerugian terhadap keuangan negara yang merupakan tanggungjawabnya dalam penyelenggara pemilu yang seharusnya bersih, jujur, adil dan demokratis.
  4. Melakukan penegasan dan pengawasan ketat terhadap tugas dan tanggungjawab serta peran dan fungsi Mahkamah Konstitusi (MK) dalam konteks untuk mengadili serta mengambil keputusan atas gugatan terhadap KPU dalam penyelenggaraan Pilpres 2014 ini, dengan tetap menjaga indepedensi, integritas yang  tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan kebenaran sebagaimana mestinya sesuai dengan Keadilan Hukum.
  5. Memberikan sanksi tegas dengan hukuman sesuai dengan Hukum dan aturan yang berlaku bagi siapa saja yang dalam tugas dan tanggungjawabnya adalah bagian dari penyelenggara dan pengawas pemilu yang sengaja maupun tidak sengaja telah melakukan kelalaian dan atau kecurangan yang telah menciderai pemilu dan kehidupan berdemokrasi di negeri ini, agar menjadi pembelajaran bersama bagi bangsa ini untuk tidak akan terulang kesalahan kembali di pemilu berikutnya.
Demikian harapan ini kami sampaikan untuk segera ditindaklanjuti. Terima kasih.
 

Sample text

Sample Text

sample teks

Sample Text

 
Blogger Templates