Pages

Ads 468x60px

Labels

BINA BANGUN BANGSA : Strategic National Development Organization

Selasa, 18 Maret 2014

YUSRIL: AYO BANGUN KESADARAN ITU

Mencermati situasi dan kondisi bangsa dan negara ini pasca rezim orde baru dengan memilih bendera Reformasi yang dianggap kebanyakan orang di negeri akan membawa perubahan menuju Indonesia yang lebih baik, ternyata adalah khayalan dan retorika belaka. Malah bangsa dan negara ini telah mengalami disorientasi dari cita – cita amanat proklamasi kemerdekaannya.
Mungkin inilah yang membuat Yusril Izha Mahendra merenung dan menuangkannya melalui akun twitternya, @Yusrilihza_Mhd .
Yusril melalui akunnya mengatakan bahwa kita semua perlu untuk merenungkan kembali hakikat berbangsa dan bernegara agar tidak salah arah, yang seharusnya sesuai dengan konsep dan semangat yg telah disepakati oleh Pendiri Bangsa dan Negara Republik Indonesia ini (the founding fathers).

“Hakikat berbangsa dan bernegara kita haruslah kita kembalikan kepada konsep dan semangat yg telah disepakati oleh the founding fathers”, jelas Yusril.

Dan Yusril pun mencoba mengingatkan arti pentingnya landasan falsafah PANCASILA yg telah disepakati oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai common platform untuk membuat bangsa dan negara yang sangat majemuk ini untuk bersatu dan berdaulat penuh sebagai Negara Republik Indonesia, sebagaimana dirumuskan di dalam Pembukaan UUD 1945.
“Di era Reformasi ini sudah jarang orang membicarakan landasan falsafah bernegara kita itu (PANCASILA)” kata Yusril.
Menurut Yusril “Bangsa ini larut dalam liberalisme, mendewa-dewakan kebebasan sehingga lupa akar budaya bangsa sendiri”.
Yang ditambahkannya bahwa “Liberalisme politik membuat kita kebablasan tanpa landasan, tanpa arah dan tujuan, sehingga kita berpecah belah dan bermusuhan”.
Dan apalagi “Liberalisme ekonomi membuat bangsa kita terpuruk di bawah kendali kehendak bangsa asing. Kita kehilangan kedaulatan ekonomi”.
Maka Yusril mengajak untuk bangsa dan negara ini sekalian untuk kembali kepada falsafah bangsa dan negara Indonesia yang sejati, yaitu PANCASILA. Karena “Sebuah Bangsa takkan maju jika kehilangan jati dirinya”.
“Ayo Bangun Kesadaran itu”, harapan
Yusril di akhir kultwittnya.

Selasa, 11 Maret 2014

Waspada Bahaya Pemilu 2014 yang Inkonstitusional

Analisa : SOLEMAN B. PONTO (KEPALA BADAN INTELIJEN STRATEGIS TNI 2011-2013)
Pada 23 Januari 2014, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 serta tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Namun, aneh tapi nyata, undang-undang yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat itu oleh MK dinyatakan masih dapat dipakai dalam pelaksanaan Pemilu 2014.
Dengan demikian, secara jelas masyarakat Indonesia dapat melihat bahwa pelaksanaan Pemilu 2014, apabila masih menggunakan Undang-Undang Nomor 42/2008, hasilnya inkonstitusional atau tidak berdasarkan UUD 1945. Pihak-pihak yang menang, baik Presiden, Wakil Presiden, maupun anggota DPR, semuanya tidak sah karena menggunakan produk hukum yang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
"Pihak-pihak yang menang, baik Presiden, Wakil Presiden, maupun anggota DPR, semuanya tidak sah karena menggunakan produk hukum yang bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat"
Akibat inkonstitusional Pemilu 2014, sangat mungkin pihak terkait, baik para pendukung status quo maupun yang kalah, memiliki dasar hukum yang kuat untuk menggugat para pemenang. Dalam kondisi demikian ini, dapat dipastikan akan terjadi dua kubu yang saling klaim kemenangan dan kebenaran.
Dua kubu ini berada pada jumlah, wilayah, dan kekuatan politik yang hampir seimbang. Maka yang akan terjadi adalah keadaan chaos, yakni sebuah kondisi yang mengarah ke pemberontakan bersenjata. Chaos bisa terjadi karena alamiah atau bisa pula rekayasa oleh pihak yang mau mengambil atau mendapat keuntungan oleh kondisi ini.
Dalam kondisi chaos inilah, apalagi kalau sudah menjurus ke arah pemberontakan bersenjata, posisi TNI menjadi sangat penting. Dalam sumpah prajurit di hadapan Tuhan, dinyatakan bahwa setiap anggota TNI akan setia kepada pemerintah yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta tunduk kepada hukum. Pasal 7 ayat 2 UU Nomor 34/2004 tentang TNI menyebutkan, “Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.”
Sudah sangat jelas positioning TNI. Pertama, TNI akan dan harus berpihak kepada pihak yang mendukung pelaksanaan UUD45. Kedua, TNI harus tunduk kepada hukum, sehingga ia harus menjaga keutuhan bangsa. Bila keutuhan bangsa Indonesia terancam oleh chaos, TNI wajib melaksanakan Operasi Militer Selain Perang untuk mengatasi pemberontakan bersenjata, seperti yang tertulis pada pasal 7 ayat 2 titik 2 Undang-Undang No. 34/2004.
Di sisi lain, dari aspek hukum humaniter, pemberontakan bersenjata atau chaos yang mengarah ke perang saudara, karena menggunakan berbagai jenis senjata, masuk kategori konflik bersenjata internal, di mana rezim hukum yang berlaku adalah rezim hukum humaniter. Ini artinya, kekuasaan penuh berada di tangan militer. Dengan demikian, bila hal ini terjadi di Indonesia, kewenangan dan kewajiban untuk bertindak mengatasi chaos berada di tangan TNI.
Bila TNI tidak bertindak, pemimpin TNI (dalam hal ini Panglima) dapat dituntut sebagai pelanggar HAM karena melakukan pembiaran yang dapat mengakibatkan jatuhnya korban. Masih hangat dalam ingatan kita bagaimana para perwira TNI yang bertugas di Timor-Timur dituduh sebagai pelanggar HAM karena melakukan pembiaran sehingga menyebabkan perang saudara setelah jajak pendapat. Apalagi saat ini sangat jelas perintah undang-undang kepada TNI agar menegakkan kedaulatan negara yang berdasarkan UUD 1945 serta menjaga keutuhan bangsa. Dan, yang tidak kalah penting, setiap anggota TNI akan dikutuk Tuhan apabila tidak melaksanakan sumpahnya.
Memang, dalam UU TNI Pasal 17 ayat (1) disebutkan, “(1) Kewenangan dan tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada Presiden.” Juga dalam Pasal 7 ayat 3 disebutkan bahwa ketentuan tentang operasi militer untuk perang maupun selain perang dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
Pertanyaan besarnya, bagaimana TNI harus tunduk ketika posisi presiden maupun DPR dianggap tidak berdasarkan UUD 1945? Dengan demikian, sangatlah jelas keputusan MK— yang membenarkan penggunaan undang-undang yang bertentangan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam Pemilu 2014—akan mengakibatkan chaos, baik terjadi secara alamiah maupun memang dengan sengaja direkayasa oleh pihakpihak yang diuntungkan.
Bila chaos terjadi, terbuka peluang TNI melakukan “kudeta” konstitusional atau kudeta yang diperintah oleh undang-undang.
Nah, supaya hal ini tidak terjadi, pelaksanaan pemilu serentak harus dilaksanakan pada Pemilu 2014 ini. Karena itulah yang konstitusional. Lebih baik tertunda daripada tidak legitimated.
Analisa : SOLEMAN B. PONTO (KEPALA BADAN INTELIJEN STRATEGIS TNI 2011-2013)
 

Sample text

Sample Text

sample teks

Sample Text

 
Blogger Templates