Pages

Ads 468x60px

Labels

BINA BANGUN BANGSA : Strategic National Development Organization

Kamis, 23 September 2010

SETENGAH ABAD PENGINGKARAN UUPA 1960, SETENGAH ABAD PENINDASAN TERHADAP PETANI

Setengah Abad Pengingkaran UUPA 1960, Setengah Abad Penindasan terhadap Petani
Kamis, 23 September 2010 , 00:08:00 WIB

Laporan: Ari Purwanto

RMOL. Lima puluh tahun yang lalu, Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok agraria (UUPA) disahkan sebagai payung hukum agraria di
Indonesia dalam merombak ketidakadilan struktur agraria warisan pemerintah kolonial.

UUPA 1960 adalah realisasi dari UUD 1945 pasal 33 yang mengamanatkan kekayaan alam dan cabang produksi yang terkait hajat hidup orang banyak dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Namun demikian, 50 tahun sejak UUPA diundangkan, nasib petani di Indonesia tetap dalam keadaan terpuruk. Kepemilikan lahan yang sempit (< 0,3 ha)
ditambah dengan jatuhnya harga-harga disaat panen menjadikan petani hidup dalam keadaan tidak layak. Berbagai usaha petani untuk mendapatkan hak atas tanah
seringkali berhadapan dengan kriminalisasi.

Data BPS menunjukkan luas lahan pertanian padi di Indonesia hingga tahun 2010 tinggal 12,870.000 ha menyusut 0,1 % dari tahun sebelumnya 12,883.000 ha. Konversi lahan pertanian ke non pertanian yang semakin besar ini jika dibiarkan akan menjadikan kerawan pangan
pada masa yang akan datang, bahkan kelaparan pun akan semakin menggejala.

Hal ini ditambah dengan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) tentang Gabah dan Beras sebagai mekanisme perlindungan terhadap nasib rumah tangga petani sawah yang tidak efektif. HPP masih menguntungkan segelintir pedagang, mekanisme
pengawasan masih sangat lemah.

Pemerintah Indonesia dalam APBN 2010 telah mengalokasikan subsidi pupuk sebesar Rp 14,8 triliun. Angka subsidi itu terdiri atas subsidi harga pupuk sebesar Rp 11,3 triliun turun dari yang seharusnya 17,5 triliun, bantuan langsung pupuk (BLP) Rp 1,6 triliun dan subsidi unit pengolahan pupuk organik sebesar Rp 105 milliar.Pengurangan subsidi ini akan memberikan dampak yang nyata bagi rumah tangga petani, sebab harga eceran tertinggi pupuk dipastikan akan naik.

Pengalaman menunjukkan, dengan adanya kelangkaan pupuk dan disertai dengan mahalnya harga menyebabkan turunnya produktifitas tanaman padi dan pada
gilirannya akan mengakibatkan turunnya kesejahteraan petani.

Melihat fakta diatas, Panitia Peringatan Hari Tani Nasional Ke-50 menuntut kepada pemerintah Indonesia dalam ini Presiden Republik Indonesia, DPR RI, Kementrian Pertanian, Badan Pertanahan Nasional dan Kepolisian untuk melakukan redistribusikan 9,6 juta ha tanah kepada rakyat tani.

“Tertibkan dan dayagunakan tanah terlantar untuk reforma agraria. Bentuk Komisi Adhoc untuk menyelesaian konflik agraria dan Pelaksana Reforma Agraria. Dan cabut UU sektoral seperti perkebunan, kehutanan, sumber daya air, pangan, pertambangan, penanaman modal, sistem budidaya tanaman, perlindungan varietas tanaman dan lainnya. Ini karena bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 dan UUPA 1960,” aktivis Aliansi Petani Indonesia (API) Muhammad Rifai, (22/9).

“Tolak kriminalisasi petani dalam penyelesaian konflik agraria dan buat UU Hak Asasi Petani. Naikkan HPP Gabah dan Beras sebesar 20%. Bulog harus membeli langsung ke petani dan jadikan tanggal 24 september sebagai Hari Tani Nasional,” lanjutnya. [arp]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

sample teks

Sample Text

 
Blogger Templates