Pages

Ads 468x60px

Labels

BINA BANGUN BANGSA : Strategic National Development Organization

Selasa, 21 September 2010

KRAN IMPOR BERAS DIBUKA SELUAS-LUASNYA, MIMPI BURUK BAGI PERTANIAN INDONESIA

Laporan: Ari Purwanto

RMOL.Dewan Pengurus Pusat Serikat Petani Indonesia (DPP SPI) menolak dengan tegas rencana Pemerintah yang akan membuka kran impor seluasnya bagi pemasukan beras karena akan berdampak sangat buruk bagi pertanian padi di tanah air.

Henry Saragih, Ketua Umum DPP SPI, mengatakan serikat petani tidak dapat menerima rencana Pemerintah memberi perizinan importasi beras. “Kami dengan tegas menolak rencana ini karena begitu banyak dampak ikutan yang akan ditimbulkannya,” ujarnya, hari ini (21/9) di Jakarta.

Menurutnya, pemasukan beras impor sama sekali bukan menjadi solusi untuk mengantisipasi ancaman kekurangan stok nasional. Importasi beras, diyakininya malah akan melemahkan kemampuan Indonesia untuk memastikan ketersediaan pangan dalam negeri karena Indonesia akan terperangkap dalam spekulasi perdagangan pangan dunia.

Seperti diketahui, Pemerintah melalui Departemen Pertanian (Deptan) berencana memberikan perizinan importasi beras dengan alasan untuk memperkuat stok nasional. Deptan berdalih kebijakan ini bukan merupakan bentuk dari kegagalan kementerian tetap hanya sebagai ujud kewaspadaan Pemerintah untuk mengantisipasi terjadinya ancaman ketersediaan beras akibat minimnya stok beras di Bulog yang hanya sebanyak 1,4 juta ton.

Importasi beras, lanjut Henry, akan sangat menekan produksi pangan yang dilakukan oleh para petani dan pada akhirnya komoditas beras akan bernasib sama dengan komoditas peternakan pertanian lain. Dimana selama ini komoditas-komoditas tersebut dipasok dari luar negeri meskipun dapat ditanam atau diproduksi dengan baik di Indonesia, seperti kacang kedelai, susu, daging dan tepung terigu.

Dan yang paling parah, kata Henry, yang juga Koordinator Umum La Via Campesina, importasi beras akan menghabiskan begitu banyak devisa negara. Diperkirakannya, anggaran yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah untuk mengimpor komoditas-komoditas itu saja sudah mencapai US$5 miliar per tahun.

“Karena itu kami menganggap rencana kebijakan impor beras ini menunjukkan Pemerintah telah gagal menyiapkan ketersediaan pangan nasional,” tegasnya. Padahal, menurutnya Pemerintah dapat mengeluarkan berbagai kebijakan yang efektif untuk masalah ini, seperti dengan mengintegrasikan pasokan beras yang ada pada petani dan masyarakat.

Selain itu, katanya, Pemerintah juga dapat mengintegrasikan beras yang ada di tangan para spekulan agar dapat dikelola oleh Bulog. “Tarik beras dari para spekulan, dengan mengeluarkan keppres misalnya, supaya mereka tidak terus-terusan melakukan penimbunan beras,” sambungnya. Kebijakan-kebijakan ini ini menurutnya sangat mungkin dilakukan oleh Pemerintah dan serikat petani juga mendesak agar Pemerintah segera melakukannya.

Dimana pada saat peringatan Hari Tani Nasional (HTN) ke-50 pada 24 September 2010 nanti, serikat petani juga akan mendesakkan beberapa tuntutan lain kepada Pemerintah untuk melakukan pembaruan agraria. Diantaranya meredistribusikan segera 9,6 juta ha lahan kepada rakyat tani dan menertibkan 7 juta ha tanah terlantar untuk reforma agraria, kebutuhan pangan, energi dan perumahan rakyat.

Kemudian serikat petani juga akan menuntut pemerintah mengganti kebijakan revolusi hijau dengan model pertanian berkelanjutan (agro ekologis) dan juga menolak kebijakan korporatisasi pertanian (food estate). “Tuntutan-tuntutan itu akan kami sampaikan kepada Pemerintah dalam aksi nasional peringatan hari tani sekaligus mosi tidak percaya kepada Pemerintahan saat ini,” tegas Henry. [arp]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

sample teks

Sample Text

 
Blogger Templates