Pages

Ads 468x60px

Labels

BINA BANGUN BANGSA : Strategic National Development Organization

Sabtu, 11 September 2010

KONDISI INFRASTRUKTUR INDONESIA MASIH JADI MASALAH SERIUS

Jumat, 10/09/2010 22:35:53 WIB

Oleh: Agust Supriadi
JAKARTA: Meski naik 10 peringkat, World Economic Forum (WEF) menilai minimnya dukungan infrastruktur masih menjadi masalah serius dalam meningkatkan daya saing Indonesia.
Edy Putra  Irawady, Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Perdagangan dan Perindustrian, mengungkapkan WEF menempatkan daya saing Indonesia pada peringkat ke-44 dari 132 negara untuk periode 2010-201, meningkat dari periode sebelumnya ke-54 dari 131 negara. Perbaikan mutu pelayanan publik atau birokrasi menjadi pendorong utama peningkatan peringlat daya saing usaha tersebut.
“Infrastruktur masih menjadi masalah. Vietnam sebenarnya rangkingnya lebih cepat melompatnya dari pada kita.  Karena perbaikan infrastruktur. Lompatan kita yang tajam karena engine pelanyanan publik,” ujar dia ketika bersilaturahmi ke kediaman Menteri Perekonomian, hari ini.
Kendati demikian, lanjut Edy, peringkat daya saing Indonesia masih lebih baik ketimbang Vietnam meski masih di bawah Malaysia. Penaikan peringkat tersebut diyakini akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia karena akan membuka peluang bisnis yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
“Pemerintah sekarang sikapnya corporate state run economy. Artinya pemerintah bersikap seperti korporasi dalam menjalankan ekonomi , menjaga daya saing negara, menjaga daya saing swasta. Tidak bisa kita kasih subsidi, tapi APBN kita babar blas (berantakan). APBN harus bugar supaya rating investasi bagus. Makanya tidak bisa kita jual-jual insentif,” tuturnya.
Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Perekonomian, mengaku belum puas dengan peringkat terbaru daya saing Indonesia versi WEF mengingat dukungan infrastruktur masih dianggap sangat kurang. Oleh karena itu, pemerintah menempatkan masalah infrastruktur sebagai pada posisi tertinggi untuk bisa segera dibenahi.
“Yang membuat (daya saing) kita agak berat adalah masalah infrastruktur. Oleh karena itu, kita sadar betul, untuk infrastruktur kita harus bertarung all out,” katanya.
Akan tetapi, lanjut Hatta, dengan kapasitas APBN yang terbatas, Indonesia akan sulit mengejar ketertinggalan di bidang infrastruktur. Karenanya, perlu dukungan modal dari swasta dan perusahaan-perusahaan pelat merah dengan menawarkan proyek-proyek kemitraan (public private partnership).
Selain pendanaan, menurut Hatta, sulitnya membebaskan lahan untuk proyek infrastruktur juga dinilai sebagai faktor penghambat daya saing Indonesia. Untuk itu, pemerintah akan segera memfinalisasi rancangan Undang-Undang Pembebasan Lahan untuk bisa diajukan ke DPR pada penghujung bulan ini atau paling lambat awal Oktober.
Kemudian, kata Hatta, rumitnya prosedur perizinan dan pelayanan investasi pada proyek-proyek PPP juga dinilai turut menghambat perbaikan infrastruktur di Tanah Air. Oleh sebab itu, buku PPP yang ada saat ini perlu dipertajam lagi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
“Jadi nanti kewenangan itu diberikan lebih banyak ke BKPM. Sementara pengolahan atau dapurnya ada pada kementerian dan Bappenas. Jadi kalau sudah masuk dalam PPP book, itu sudah available secara komersial. Jadi tidak perlu terlalu banyak, hanya 3-5 proyek saja,” jelasnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida S. Alisjahbana, mengatakan daya saing Indonesia jika diukur dari sisi bisnis dan inovasi sudah lumayan membaik. Hal tersebut sejalan dengan membaiknya potensi pasar menyusul daya beli masyarakat yang juga meningkat.
“Tetapi memang yang masih menajdi PR (pekerjaan rumah) kita adalah infrastruktur. Lalu masalah pendidikan yang kaitannya kepada pendidikan tinggi, itu yang juga harus dikejar,” tuturnya.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan merilis perbaikan peringkat daya saing Indonesia 2010-2011 oleh WEF sejalan dengan kenaikan 18 peringkat dari sisi kesehatan makro ekonomi ke posisi 34. Akan tetapi, kondisi infrastruktur Indonesia yang berada pada posisi 82 masih menjadi sorotan serius, terutama menyangkut infrastruktur jalan (posisi 84) dan ketersediaan pasokan listrik (posisi 97).
Selain infrastruktur, hal lain yang juga harus diperhatikan adalah makin memburuknya kondisi kesehatan terutama yang berkaitan dengan tuberculosis (TBC), malaria dan tingginya angka kematian bayi yang  merupakan tertinggi di dunia.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Rahmat Waluyanto mengatakan perbaikan peringkat daya saing Indonesia oleh WEF akan berpengaruh pula terhadap perbaikan peringkat kredit Indonesia ke depannya. Pasalnya, lembaga-lembaga internasional menetapkan sejumlah indikator yang hampir sama dalam mengukur tingkat perekonomian suatu negara.
“(Rating kredit) Indonesia untuk bisa menjadi investment grade biasanya butuh 1-1,5 tahun dari upgrade rating terakhir, kalau situasinya normal. Jadi semuanya, apakah itu peringkat CBS, credit rating, atau doing business, itu tetap in-line satu sama lain,” imbuhnya.(msb)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

sample teks

Sample Text

 
Blogger Templates