Pages

Ads 468x60px

Labels

BINA BANGUN BANGSA : Strategic National Development Organization

Jumat, 11 Juli 2014

ANTARA PAYUNG HUKUM DAN SIKAP POLITIK DALAM PEMILU PRESIDEN 2014

Oleh: Undrizon, SH
Praktisi Hukum Undrizon and Associate Law Office, Jakarta


Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) pada 9 Juli 2014, terkesan cukup dinamis. Kedua pasang Calon Presiden dan Wakil Presiden telah menunjukan niat yang baik (itikad-baik) demi negeri. Hal ini sejalan dengan upaya untuk membenahi sistem pemilihan umum dari masa ke masa. Perbaikan yang bertujuan agar terwujudnya kehidupan bangsa dan negara yang demokratis.

Perspektif Peraturan Perundangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Maka itu, di dalam konsiderannya telah menjelaskan bahwa Pemilihan Umum secara langsung oleh rakyat merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan secara demokratis dan beradab melalui partisipasi rakyat seluas-luasnya berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam waktu yang panjang berbagai ikhtiar terus dilakukan, utamanya sebagai upaya serius untuk melahirkan kepemimpinan nasional yang berkapasitas dan kredibel. Semua itu berguna dalam mencapai tujuan didirikannya negara ini, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dalam kaitan ini, dan dalam upayanya ikut serta dalam memajukan nilai-nilai demokrasi di tanah air. Bahwa Pemilu juga menjadi kewajiban konstitusional yang mendorong lahirnya calon-pemimpin nasional, dalam konteks ini, yaitu: Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden yang visioner, memahami persoalan bangsa dan negara, serta solusi dan strategi implementasinya, serta dapat membuat perumusan dan perencanaan pemerintahan dengan lebih baik. Adanya visi, misi dan program strategis pemerintahan itulah yang menjadi argumentasi partai atau gabungan partai pengusul untuk mencalonkannya, sekaligus sebagai basis koalisi yang lebih permanen dan tidak didominasi oleh kepentingan pragmatis. 

Integritas dan Kesungguhan SBY
Begitupun sikap yang telah ditunjukan oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), selaku Presiden Republik Indonesia, dan sekaligus selaku penanggungjawab bagi pelaksanaan Pilpres 2014 dalam arti luas. SBY dalam masa akhir kepemimpinannya telah menunjukan sikap kenegarawanan untuk mengawal transisi kekuasaan serta kultur kehidupan nasional yang demokratis dengan mekanisme Pemilu Presiden yang diselenggarakan secara berintegritas, berkualitas, dan berkredibilitas sesuai hukum yang berlaku.

Maka itu, segala himbauan, ajakan, promosi, dinamika kampanye (debat Capres dan Cawapres yang dipertontonkan melalui media masa elektronik, iklan, lagu, musikalitas, kearifan budaya, dan lain sebagainya), sehingga terbentuk internalisasi visi, misi, program, dan rencana strategis para calon agar dapat dipahami, diterima, dan dinilai oleh masyarakat sebelum mentukan pilihannya.

Segala warna perilaku di dalam pelaksanaan Pilpres tersebut, sesungguhnya bisa dikategorikan semacam bentuk penawaran atas suatu skema rasionalitas tentang nilai-nilai atau sesuatu kebaikan yang harus diperjuangkan. Kemudian, dalam skema institusionalitas maka Negara dengan segenap entitasnya perlu menyiapkan aturan main yang mampu menjembatani terjadinya proses Pemilu yang diinginkan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil menurut hukum dan atau peraturan perundangan yang berlaku guna mencapai dan segera mewujudkan NKRI yang demokratis.

Dalam konteks ini ternyata KPU cukup mengambil porsinya yang cukup baik, melalui peran strategis sesuai fungsi, tugas, dan kewenangannya secara konstruktif. Beruntung calon cuma ada dua pasang, sehingga muatan kerja bagi pelaksana Pilpres menjadi tidak terlalu rumit, seperti: KPU, Bawaslu, dan DKPP. Begitu juga sikap pemerintah dengan berbagai himbauan dan pengawalan untuk menjaga kedamaian, aman, dan tentram.

Maka itu, sebagai pedoman dapat dilihat bagaimana tugas, fungsi, dan wewenang KPU berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, khususnya pada Pasal 8 ayat (2), bahwa KPU dalam penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden meliputi kegiatan untuk merencanakan program dan anggaran serta menetapkan jadwal, termasuk usaha-usaha untuk menyusun dan menetapkan tata kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN. Kemudian, KPU harus menyusun dan menetapkan pedoman yang bersifat teknis untuk tiap-tiap tahapan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan.

Selan itu juga termasuk upaya dalam mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan, memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan dan menetapkannya sebagai daftar pemilih, menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi, menetapkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang telah memenuhi persyaratan, menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di KPU Provinsi dengan membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara, membuat berita acara penghitungan suara serta membuat sertifikat penghitungan suara dan wajib menyerahkannya kepada saksi peserta Pemilu dan Bawaslu, menerbitkan Keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan mengumumkannya, mengumumkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih dan membuat berita acaranya, menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan pendistribusian perlengkapan, memeriksa pengaduan dan/atau laporan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU, KPU Provinsi, PPLN, dan KPPSLN.

Selanjutnya, dengan segera kalau ada berbagai temuan dan laporan yang disampaikan oleh Bawaslu, menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif kepada anggota KPU, KPU Provinsi, PPLN, KPPSLN, Sekretaris Jenderal KPU, dan pegawai Sekretariat Jenderal KPU yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan rekomendasi Bawaslu dan ketentuan peraturan perundang-undangan, melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat, menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana kampanye dan mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye, melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu dan melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh Undang-Undang.

Artinya, bahwa pemerintah dalam arti luas, dan secara spesifik/sektoral juga telah berusaha untuk menjaga netralitas Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), termasuk netralitas aparatur Intellijen Negara (BIN), dan lain sebagainya. Disamping payung hukum yang berlaku juga dipertegas dengan adanya sikap konstruktif dari pemerintahan, khususnya Presiden SBY, sehingga keberlangsungan kehidupan NKRI masih terjaga dan bertahan. Artinya, selagi ada sang merah-putih yang tetap berkibar, maka itu, kesinambungan pembangunan nasional harus tetap berlangsung secara progresif dan produktif.

Etika Berpolitik
Jangan sampai terjadi inkonsistensi sikap yang memancing atau memperkeruh keadaan. Kondisi ini sempat timbul sebagai akibat dari kontroversi yang terjadi sebagai akibat perbedaan pada hitungan cepat (quick count) oleh beberapa lembaga survei di tanah air. Padahal kondisi yang penuh kegairahan dan partisipasi yang tinggi dari masyarakat dalam berbagai lapisan serta, gairah itupun terjadi di berbagai belahan dunia, di banyak negara, ternyata banyak warga lainnya yang mengikuti perkembangan Pemilu Presiden di Indonesia. 

Untuk itu, sikap yang dewasa dari para elite bangsa dan negara amat sangat diperlukan. Sementara itu rakyat malah sudah lebih-dahulu menjadi dewasa. Para elite harus menjaga diri dan atau mawas diri agar jangan sontak bertindak tanpa mengindahkan hukum, etika sosial, serta perlunya mengapresiasi nilai-nilai kearifan budaya nasional, tenggang-rasa, dan lain sebagainya.

Maka itu, menjadi kian menarik ketika ada sentilan dari Prabowo Subianto, Capres dari koalisi merah-putih itu, seraya mengungkapkan betapa pentingnya sikap yang penuh 'tepo-seliro', tentunya yang dimaksudkan ialah perlu adanya suatu etika dalam berpolitik, dan sikap kesatria. Mungkin hal-hal terkait dengan nilai-nilai luhur di negeri ini masih banyak yang perlu diindahkan dan bangsa Indonesia secara turun-temurun sudah mewarisi sikap hidup yang berbudi baik. Mungkin hal yang sama ada baiknya menuruti himbauan KPU dan berbagai tokoh dari kalangan organisasi massa yang menyampaikan press release tentang pentingnya menjaga kondusifitas kehidupan berbangsa dan bernegara, melalui saluran media massa nasional.

Karena itu, disayangkan seketika masih adanya perdebatan tentang perbedaan hasil hitungan perolehan suara dengan metode quick count yang dilakukan oleh beberapa lembaga survei baik yang diklaim secara independensi dan/atau bersifat dependensi dari interests tertentu. Meskipun demikian, bahwa dalam konteks Pilpres juga mereka tetap dan haruslah menjunjung tinggi semangat profesionalitas yang berintegritas sebagai bagian dari anak bangsa yang beradab dan bermartabat.

Namun kemudian, ternyata pasangan Jokowi-JK langsung bersikap agak terkesan menjadi berlebihan, selain dari pengerahan massa, dan pernyataan (konferensi pers) tentang kemenangannya dengan versi quick count serta konvoi dan deklarasi kemenangannya di Tugu Proklamasi, Jakarta. Padahal sikap tersebut dapat berpotensi memancing kondisi yang kontraproduktif terhadap tataran dan tatanan kehidupan masyarakat secara horizontal, berbagai reaksi yang mungkin timbul dari berbagai kalangan/kepentingan dan stakeholders bangsa dan negara.

Sebuah euforia kemenangan yang terlalu dini karena semestinya terlebih-dahulu mengambil rujukan kepada hasil real count yang dilakukan oleh pihak penyelenggara resmi (kompeten), yakni: Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sebagaimana keputusan KPU untuk menentukan hasil nyata atau hasil resmi perolehan suara pasangan pada Pilpres tersebut, sekitar 22 Julu 2014. Kondisi masyarakat dalam jeda waktu sebagaimana telah dtentukan tersebut haruslah dijaga. Jangan sampai adanya keadaan yang terbentuk oleh sikap elite yang menyeret-nyeret warga bangsa untuk saling berhadapan.

Masyarakat sesungguhnya sudah lebih dewasa dalam melihat dan menyikapi keadaan yang tengah berkembang dewasa ini. Rakyat hanya ingin dan menunggu bagaimana visi, misi, program, rencana strategis, dan janji-janji selama proses kampanye pemilu tersebut mampu direalisasikan.

Bahkan Joko Suyanto (Menkopolhukam RI) juga telah menghimbau kepada kontestan dan masyarakat pendukung agar menunggu hasil rekapitulasi akhir yang akan disampaikan oleh KPU. Maka itu, dibutuhkan suatu kondisi kehidupan nasional yang aman, sejuk, dan damai. Adanya dukungan para partisipan politik untuk membangun kondisi kehidupan yang tidak kontraproduktif utamanya bagi masyarakat yang lebih luas di negeri ini. Begitupun, peringatan Panglima TNI telah ditegaskan dalam mempertahankan netralitas TNI, dan Kepala Keplisian Republik Indonesia tentang sikap Polri dengan segala kelengkapan organisasinya untuk mendukung penyelenggaraan Pilpres dengan prinsip-prinsip supremasi hukum, dan agar bersama-sama dengan segenap stakeholder bangsa untuk mengawal pemilu Presiden tersebut agar mampu mencapai kualitas yang baik.

Semua ini adalah pembelajaran yang berharga dalam proses pematangan kehidupan berdemokrasi di tanah air. Termasuk pentingnya senantiasa belajar dari kondisi politik masa lalu, masa sekarang, sehingga mampu menentukan sikap yang lebih-baik pada masa mendatang demi bangsa dan negara Republik Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

sample teks

Sample Text

 
Blogger Templates