Pages

Ads 468x60px

Labels

BINA BANGUN BANGSA : Strategic National Development Organization

Selasa, 10 Agustus 2010

INDONESIA TERANCAM JADI NET IMPORTIR

Indonesia terancam jadi net importir
Written by Maria Y. Benyamin, Tuesday, 10 August 2010 16:29
JAKARTA-bisnis.com: Pertumbuhan ekspor non migas yang lebih kecil dibandingkan dengan  pertumbuhan impor dinilai sangat berpotensi menggiring Indonesia menjadi net importir, sehingga perlu didorong peningkatan penggunaan produk lokal untuk menghambat laju impor ke Tanah Air.
Ketua Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) Kadin Indonesia Natsir Mansyur mengatakan dalam kurun waktu 2005-2009, rata-rata pertumbuhan ekspor non migas tercatat sebesar 13,3%, sementara pertumbuhan impor sebesar 15,4% dengan rata-rata pertumbuhan neraca perdagangan sebesar 4,4%.
Angka rata-rata pertumbuhan itu, kata Masyur, memperlihatkan pertumbuhan impor yang lebih besar dibandingkan dengan ekspor.
“Dengan arus barang impor yang lebih deras tersebut, maka potensi menjadi net importir cukup besar,” kata Natsir di sela-sela Sosialisasi Peraturan Presiden No.54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah hari ini.
Menurut Natsir, masuknya produk impor ke Tanah Air akan sangat sulit dibendung, kendati  telah ada sejumlah langkah pengamanan domestik. Pengamanan itu di antaranya melalui penguatan kelembagaan seperti Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), technical barrier melalui standardisasi dan sertifikasi, dan pengawasan di pelabuhan dan di pasaran, langkah pengamanan pasar domestik harus diperkuat melalui perilaku konsumen.
“Untuk itu, fokus kerja kami adalah bagaimana meningkatkan kecintaan terhadap produk dalam negeri sehingga dapat meningkatkan pangsa pasar produk lokal di pasar domestik dan pada akhirnya dapat memperlambat pertumbuhan impor produk jadi ke dalam negeri,” tegas Natsir.
Dia menjelaskan potensi konsumsi masyarakat dan pemerintah dalam menopang pasar domestik sebetulnya sangat besar, karena belanja masyarakat dan pemerintah tersebut terus bertumbuh setiap tahunnya.
Belanja masyarakat yang pada 2005 sekitar Rp1.786 triliun tumbuh signikan hingga mencapai Rp3.320 triliun pada 2009. Adapun  belanja pemerintah mengalami kenaikan setiap tahunnya dari Rp225 triliun pada 2005 menjadi Rp503 triliun pada 2009.
Menurut Natsir, ada ketimpangan yang sangat jauh antara belanja pemerintah dan belanja konsumen. Belanja pemerintah, kata dia, sebenarnya masih berpotensi ditingkatkan dari kondisi saat ini.
“Kalau belanja masyarakat tentu tidak bisa dipaksakan karena seringkali tergantung pada selera dan dihadapkan dengan persoalan harga. Nah, yang bisa didorong untuk menopang pertumbuhan pasar domestik adalah belanja pemerintah,” katanya.
Natsir mengatakan  apabila potensi belanja pemerintah yang kini mencapai Rp500 triliun itu bisa digarap dengan baik, hal itu akan menjadi jaminan pasar bagi produk dalam negeri. “Penggunaan produk dalam negeri di kementerian atau lembaga pemerintah melalui belanja barang dengan menggunakan APBN adalah guaranteed market bagi produk-produk dalam negeri.”
Dia menggambarkan potensi peningkatan penggunaan produk dalam negeri di pemerintah. Total belanja barang dan belanja modal pemerintah pusat pada APBN 2009 naik sebesar 23,4% dari Rp128,7 triliun pada 2008 menjadi Rp158,8 triliun pada 2009.
Pada APBN 2010 diproyeksikan pertumbuhan belanja barang dan modal naik 19,2% menjadi Rp188,3 triliun.
Sementara itu, pertumbuhan belanja modal dan operasional 63 BUMN strategis pada 2009 mencapai Rp950,78 triliun atau hampir sama dengan 95% dari total APBN pada 2009 sebesar Rp1000,8 triliun.
“Bayangkan berapa besar potensi dari belanja pemerintah dan BUMN yang bisa kita serap dari pasar domestik. Tentu sangat besar dan ini tidak perlu lari ke produk impor kalau memang sudah bisa kita penuhi dari pasar dalam negeri,” katanya.
Masih rendah
Natsir mengakui tingkat penggunaan produk dalam negeri saat ini masih rendah karena beberapa hal di antaranya sosialisasi Kepres No.80/2003 dan Inpres 2/2009 yang belum tersosialisasikan dengan baik.
Sementara di sisi lain, pemahaman instansi pemerintah mengenai batasan produksi dalam negeri belum sama. Adapun program di masing-masing kementerian masih berupa himbauan dan usulan tanpa pengenaan sanksi yang tegas, sehingga cenderung dilanggar.
“Oleh karena itu melalui Peraturan Presiden yang baru yakni Perpres No.54/2010, diharapkan ada kebijakan yang lebih tegas dan sosialisasi yang lebih baik, sehingga dapat menjamin terserapnya produk dalam negeri di dalam belanja pemerintah,” tuturnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

sample teks

Sample Text

 
Blogger Templates